Masyarakat Menolak, Polisi Tetap Amankan DWP

Tempat penyelenggaraan Djakarta Warehouse Project (DWP) 2017.
Sumber :
  • Isra Berlian

VIVA – Polisi akan tetap memberikan pengamanan pada acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2017 yang digelar mulai Jumat malam, 15 hingga Sabtu, 16 Desember 2017.

Polda Metro Jaya sebagai penanggung jawab keamaan telah berkomunikasi kembali dengan penyelenggara terkait polemik di masyarakat. Dapat dipastikan acara tetap akan diselenggarakan di lokasi awal, di Jiexpo Kemayoran, Jakarta Pusat.

"Kita juga sudah komunikasi dengan panitia tentang masyarakat yang keberatan bagaiamana. Semua sudah kita laksanakan," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakar Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, Jumat 15 Desember 2017.

Argo menjelaskan masyarakat tidak dilarang menyampaikan aspirasinya untuk unjuk rasa, namun diminta bisa menggelar aksi dengan tertib.

"Untuk kegiatan unjuk rasa kita tetap lakukan pegamanan. Kita sesuaikan berapa yang hadir unjuk rasa nanti kita cek dengan jumlah (polisi) yang dilibatkan di situ," katanya.?

Masyarakat menolak

Sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) yang tergabung dalam Masyarakat Muslim Kemayoran Bersatu terus melakukan penolakan terhadap pelaksanaan Djakarta Warehouse Project (DWP) 2017.

Masyarakat kembali menggelar unjuk rasa pada Kamis, 14 Desember 2017, untuk menolak penyelenggaraan DWP.

Salah satu perwakilan dari Muslim Kemayoran Bersatu, H. Suhadi juga mengkritik pernyataan Wakil Gubernur Sandiaga Uno yang berkaitan dengan kegiatan DWP. Sandi memastikan tidak ada ajang kemaksiatan dalam kegiatan itu.

Selain itu, keinginan Sandiaga bahwa kegiatan DWP dapat diisi dengan budaya lokal tidak  mungkin akan terjadi. Mengingat DWP bukanlah budaya masyarakat Jakarta, khususnya Kemayoran.

"Budaya didengungkan kata wagub, itu tidak mungkin disatukan. Budaya orang sana dengan orang Jakarta apalagi Kemayoran berbeda. Kebudayaan kita Solat, Silat dan Ngaji," katanya.

Sebelumnya, Sandiaga Uno juga meminta pihak panitia mengikuti beberapa syarat selain harus  memasukkan budaya lokal dalam kegiatan tersebut. Katanya, musik harus berhenti ketika adzan subuh berkumandang.

Melihat persyaratan yang diajukan oleh wakil gubernur, Ketua Umum Bang Japar Indonesia, H.Ridho ingin, digelar pertemuan bersama-sama untuk menentukan syarat apa yang harus diberikan dan harus dijalani oleh panitia.

Ia berharap adanya keterlibatan masyarakat dalam mengawasi persyaratan yang nantinya akan dijalankan oleh panitia.

"Setelah syarat diberikan, kita diberikan keluasan untuk menjaga, memotior bahwa melihat langsung bahwa itu memang tidak terjadi. Kalau itu terjadi ke depan wajib tidak diberikan lagi ijinnya," ujarnya.

Meski begitu, dia tidak meyakini hal tersebut bisa dilaksanakan oleh pihak penyelenggara. Mengingat, kegiatan ini dibanjiri kalangan muda.

"Makanya kita mau bertemu dengan panitia, bukan untuk mengendorkan semangat tapi untuk memberikan poin-poin yang dilaksanakan," katanya.