Presidium Tamasya Almaidah Bantah Asma Dewi Jadi Bendahara
- Syaefullah
VIVA.co.id – Ketua Presidium Tamasya Almaidah Ustaz Ansufri Idrus Sambo mengakui, pihaknya mengenal sosok Asma Dewi, tersangka kasus dugaan ujaran kebencian.
"Kami kenal baik dengan Bu Asma Dewi sebagai alumni 212 dan kami sering ketemu dalam aksi-aksi bela Islam. Pada waktu kami membentuk Tamasya Al-Maidah, dia ikut aktif membantu bersama dengan alumni 212 yang lain-lainnya," kata Sambo di Masjid Baiturrahman, Tebet, Jakarta Selatan, Kamis, 14 September 2017.
Namun, dia membantah Asma Dewi sebagai pengurus Presidium Tamasya Al-Maidah. "Jadi tidak benar pernyataan yang mengatakan bahwa Bu Asma Dewi adalah koordinator atau ketua atau juga bendahara Tamasya Al-Maidah," ujarnya menambahkan.
Menurut Sambo, siapapun boleh masuk dan menjadi anggota dalam Presidium Tamasya Al-Maidah. Dalam struktur organisasinya, Tamasya Al-Maidah hanya memiliki Ketua, Sekretaris dan Ketua Penasehat.
"Tamasya Al-Maidah koordinator dan ketuanya adalah ustaz Ansufri Idrus Sambo, Sekretarisnya ustaz Hasri Harahap dan Ketua Penasehat adalah Pak Amien Rais, tidak ada jabatan lainnya," katanya.
Dia menambahkan, "Jadi siapapun orang yang membantu menjadi anggota saja, baik anggota panitia ataupun anggota Dewan Penasehat."
Lembaga tersebut, lanjut Sambo, hanya bersifat ad-hoc dan hanya untuk mengawal Pilkada Jakarta putaran kedua pada 19 April 2017 lalu.
"Adapun anggotanya bersifat terbuka bagi alumni 212 dan siapa saja yang mau berjuang dan membantu memenangkan gubernur muslim di Jakarta, salah satu anggota panitia yang ikut bantu-bantu adalah Bu Asma Dewi bersama anggota lainnya," kata Sambo.
Dalam kesempatan iu, Sambo juga menanggapi penangkapan Asma Dewi. Menurut Sambo, sangkaan terhadap Asma Dewi yang dianggap menyebarkan ujaran kebencian adalah hal yang salah.
"Kami menganggap apa yang dilakukan beliau di media sosial hanyalah mem-posting ungkapan protes dan kritik terhadap berbagai bentuk kezaliman yang terjadi di negeri ini," katanya.
Bahkan, ia menganggap, masih banyak postingan-postingan di media sosial lainnya yang lebih parah. Salah satunya, menurut dia, kasus yang menjerat politikus partai Nasdem.
"Kami justru melihat banyak ujaran kebencian yang jauh lebih dahsyat yang dilakukan orang lain seperti Viktor Laiskodat kepada Islam dan umat islam malah dibiarkan saja dan tidak ditangkap oleh polisi," katanya.
Ia menganggap, penangkapan ini sebagai bentuk diskriminasi hukum dan kriminalisasi pemerintah kepada umat Islam, khususnya para aktivis 212.
Ia juga mengecam cara penangkapan yang dilakukan Kepolisian yang terkesan sangat represif, layaknya menghadapi penjahat yang sangat berbahaya.
"Kami juga meminta kepada Kepolisian untuk menangguhkan penahanan Bu Asma Dewi karena beliau adalah seorang lbu RT biasa, dan kami menjamin bahwa yang bersangkutan tidak akan melarikan diri," ujarnya.
Sebelumnya, penyidik Direktorat Cyber Crime Polri menangkap Asma Dewi di kompleks AKRI, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat, 8 September 2017.
Polisi menangkap Asma Dewi lantaran diduga terlibat ujaran kebencian di akun media sosialnya. Tak hanya itu, polisi pun mendapati adanya dugaan aliran dana sejumlah Rp75 juta ke kelompok Saracen, sebuah grup penyedia jasa menyebarkan ujaran kebencian. (mus)