DPR: Jika RS Mitra Keluarga Lalai, Harus Disanksi Tegas

Jalan masuk ke RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.
Sumber :
  • Google Maps

VIVA.co.id – Kementerian Kesehatan didesak untuk melakukan evaluasi terkait meninggalnya bayi berusia empat bulan, Tiara Debora Simanjorang, di ruang UGD Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres, Jakarta Barat. Debora diduga ditelantarkan sekian lama oleh pihak rumah sakit karena orang tuanya kesulitan biaya. Evaluasi ini juga harus disertai investigasi agar kejadian itu tak terulang.

Wakil Ketua Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, menekankan jika memang ada rumah sakit yang lalai dalam prosedur pelayanan, maka harus ada sanksi.

"Investigasi boleh melibatkan perkumpulan rumah-rumah sakit yang ada. Jika ditemukan ada yang salah dalam prosedur pelayanan, tentu kementerian kesehatan harus menjatuhkan sanksi tegas," kata Saleh dalam keterangannya kepada wartawan, Senin, 11 September 2017.

Menurut dia, diperlukan regulasi terkait aturan khusus dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tujuan dari aturan ini agar rumah sakit tak bisa menolak pasien yang tak cukup biaya.

"Dengan begitu, rumah-rumah sakit tidak begitu saja menolak pasien yang tidak cukup biaya. Apalagi, pasien tersebut memiliki kartu BPJS kesehatan yang perlindungan kesehatannya dijamin oleh negara," jelas politisi PAN tersebut.

Kemudian, ia mengingatkan rumah sakit terutama swasta harus membantu program pemerintah. Standar pelayanan yang dibuat harus mengutamakan keadilan bagi masyarakat.

"Harus diingat betul, bahwa tidak ada satu orang pun yang ingin jatuh sakit. Karena itu, setiap orang yang sakit dipastikan adalah orang yang betul-betul membutuhkan pertolangan," tuturnya.

Tidak Rasional

Hal senada dikatakan Anggota Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning. Bagi dia,  alasan rumah sakit Mitra Keluarga Kalideres, yang menolak memberi perawatan atas bayi Debora di ruang PICU karena kurangnya pembayaran uang muka dari orang tuanya, dinilai tak rasional dalam kemanusiaan.

Ribka mengingatkan sudah ada Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009, pasal 32 ayat 1, yang menyatakan bahwa, dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, dilarang menolak pasien dan atau meminta uang muka.
 
"Jelas-jelas rumah sakit tersebut melanggar ketentuan dalam UU Kesehatan, karena meminta uang muka. Harusnya mengutamakan penyelamatkan nyawa si bayi tersebut," tutur Ribka.

Ia kecewa kejadian ini terulang lagi dan ironis terjadi di Jakarta yang merupakan Ibukota negara. Dikatakan dia, mengacu pasal 54 ayat 1, Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pemerintah , Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban melakukan pengawasan dan pembinaan kepada rumah sakit.

"Dan, dalam ayat yang 5, dalam pengawasan dan pembinaan yang dimaksud, Pemerintah, Pemerintah Daerah bisa melakukan teguran sampai pencabutan izin," ujarnya. (ren)