Perkembangan Terbaru Kasus Green Pramuka Vs Acho

Green Pramuka City
Sumber :

VIVA.co.id – Apartemen Green Pramuka City atau GPC pernah tersangkut permasalahan hukum dengan salah satu penghuninya yang juga komedian Muhadkly MT alias Acho. Pengelola apartemen GPC menuntut Acho karena sang komedian mencemarkan nama baik apartemen GPC di blog dan Twitter.  

Setelah melaporkan Acho, pengelola apartemen GPC kemudian berdamai dengan Acho dan akan mencabut tuntutannya ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.

Direktur Marketing Apartemen GPC, Jeffry Yamin. Pengelola apartemen GPC mengatakan, mereka sudah memenuhi kewajiban dalam perjanjian perdamaian tersebut untuk mencabut tuntutannya. Namun, ia belum mendapatkan kabar terakhir apakah proses tersebut sudah dilakukan apa belum.

"Kami dari Green Pramuka hanya menunggu, karena kami sudah sampaikan ke Kejaksaan mengenai pencabutan tuntutan. Jadi silakan tanya pihak Kejaksaan," kata Jeffry saat ditemui di Jakarta, Senin 4 September 2017.

Mengenai kewajiban Acho dalam perjanjian perdamaian tersebut, yakni membuat klarifikasi di media sosial, ia juga mengatakan akan terus menunggunya. Ia menyebutkan, dalam perjanjian tersebut tak ada batas waktu kapan Acho harus mengklarifikasi di media sosialnya.

"Kami juga masih menunggu. Yang pasti pihak kami sudah melaksanakan kewajiban mencabut tuntutan," ujarnya.

Dalam kesempatan ini, ia juga menjelaskan hal yang dikeluhkan Acho dan penghuni apartemen GPC, salah satunya, soal penyediaan lahan parkir di apartemen GPC. 

Menurut Jeffry, GPC merupakan kawasan rumah susun sederhana milik. Sesuai dengan peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 27 Tahun 2009 ketersediaan parkir untuk setiap 10 unit hunian disediakan satu lot parkir mobil dan lima lot parkir motor dalam halaman bangunan. 

"Ini sudah aturan gubernur (lahan parkir). Makanya kami buat fasilitas, seperti ada Damri contohnya. Shelter ojek online juga ada. Ini karena kita tahu ini untuk transit. Kita tahu penghuni bisa dapat parkir bergantian. Jadi, tidak ada jatah parkir mobil dan motor untuk satu hunian," katanya.

Selain terkait masalah lahan parkir, para penghuni GPC juga menuntut penerbitan sertifikat kepemilikan apartemen. Jeffry menjelaskan, pemecahan sertifikat belum bisa dilakukan hingga proyek pengembangan di GPC selesai. 

"Jadi kami selalu memenuhi izin-izin yang diatur pemerintah. Kami bingung yang penghuni permasalahkan melalui perwakilan. Mereka sudah kita ajak bicara dengan Pemda dan DPR sudah katakan izin sudah ada. Mereka ribut tentang sertifikat. Tapi yang namanya sertifikat untuk apartemen baru di-split setelah ada pertelaan. Pertelaan bisa didapat kalau lahan sudah di bangun semua. Jadi bukan tidak ada sertifikat. Tapi belum bisa dibagikan," jelasnya. 

Soal sertifikat

Jeffry mengungkapkan, karena pemecahan sertifikat belum bisa dilakukan maka pihaknya menggunakan perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) sebagai bukti kepemilikan sementara. Mengingat apartemen GPC merupakan rumah susun sederhana milik, maka sertifikat yang akan dimiliki oleh para pemilik adalah sertifikat hak milik atas satuan rumah susun (SHMSRS). 

"Walaupun demikian, PPJB ini bankable, karena dapat diperjualbelikan atau diagunkan ke bank bekerja sama dengan pihak GPC," jelasnya.

Jeffry menuturkan, aturan penerbitan sertifikat ini pun sama dengan apartemen yang berstatus rumah susun sederhana milik (rusunami) lainnya. Jika pun, pemerintah mengubah aturan terkait penerbitan sertifikat, pengelola apartemen GPC pun akan dengan senang hati mengikuti.

"Bisa dicek apartemen lain. Jadi masih PPJB belum sertifikat," katanya.

Dia meminta setiap penghuni apartemen GPC agar menyalurkan aspirasi dan keluhan mengenai apartemen GPC lebih dahulu ke pihak ke pengelola.

"Nah ini kan jadi pembelajaran agar setiap keluhan harus disampaikan dulu ke pihak pengelola. Jangan langsung ke media. Pihak kami menampung setiap aspirasi dari penghuni untuk meningkatkan kenyamanan penghuni," katanya.