Sopir Truk Mogok, Depok 'Dibanjiri' Sampah

Sejumlah petugas Satpol PP Kota Depok memunguti sampah yang berceceran di jalanan Kota Depok, sejak para sopir angkut sampah menggelar mogok massal, Selasa (22/8/2017)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zahrul Darmawan

VIVA.co.id – Aksi mogok massal sejumlah pengemudi truk angkutan sampah di Kota Depok mulai berdampak serius. Salah satunya adalah banyaknya tumpukan sampah yang tercecer di pinggir jalan kota tersebut.

Pantauan VIVA.co.id, kondisi itu terlihat hampir merata di sejumlah jalan utama kota tersebut hingga Selasa malam, 22 Agustus 2017.

Tumpukan sampah itu diantaranya ditemukan di Jalan Margonda, Jalan Siliwangi, Jalan Dewi Sartika, Jalan Kartini dan Jalan Tole Iskandar.

Akibatnya, pemerintah setempat terpaksa mengerahkan pasukan Satpol-PP, satgas keberhasilan dan anggota TNI.

"Iya bang ini kita bersihin malam-malam, banyak yang numpuk. Tadi kita sisir dari arah Margonda," ujar seorang petugas Satpol-PP sambil membawa bungkusan sampah ke dalam truk.

Untuk diketahui, sejumlah sopir dan kernet truk pengangkut sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok, kembali melakukan aksi mogok massal. Mereka menuntut kejelasan uang lembur.

Apa yang dialami para petugas kebersihan ini pun seolah menjadi pil pahit di tengah manisnya raihan piala Adipura.

Salah seorang sopir DLHK, Taufik mengatakan, aksi demo yang dilakukan ini merupakan kelanjutan dari hasil tuntutan kejelasan pembayaran uang lembur dan gaji ke-13.

"Sudah seminggu kami menunggu jawaban, namun kami belum mendapatkan jawaban yang memuaskan," katanya.

Taufik mengungkapkan, pada tahun lalu dia sempat mendapatkan tiga pembayaran selama bekerja menjadi kenek DLHK. Diantaranya, gaji pokok, uang THR, dan gaji ke-13 dengan besaran sekitar Rp2.000.000, serta uang THR sebesar Rp1.000.000.

Namun pada tahun ini ada perbedaan dalam pembayaran. Dia mencontohkan, uang gaji ke-13 yang berubah nama menjadi uang lembur dibayarkan Rp620.000 dengan dibayar dua kali di enam bulan.

Apabila dikumulatifkan besaran yang diterima sebesar Rp1.400.000 pertahun, hal itu berbeda jauh dengan pendatan tahun lalu. "Kalau dibiarkan bukan tidak mungkin uang hak kami akan berkurang. Karena itu kami minta kejelasan."

Sayangnya, sejauh ini belum ada penjelasan langsung dari instansi terkait. Pemerintah setempat masih belum memberikan klarifikasi mereka soal keluhan para sopir sampah tersebut.