50 Persen Peredaran Narkotika Dikendalikan di Lapas
- Fajar Sodiq/VIVA.co.id
VIVA.co.id – Lembaga Pemasyarakatan yang seharusnya menjadi tempat aman dari tindak kejahatan, diketahui sering menjadi tempat peredaran dan penyalahgunaan narkotika.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol Budi Waseso menyebut, 50 persen peredaran narkotika di Indonesia dikendalikan di balik lapas, atau di balik jeruji besi.
"50 persen peredaran narkotika dikendalikan di lapas," kata Budi Waseso di Jakarta, Selasa 11 Juli 2017.
Pria yang akrab disapa Buwas ini menambahkan, sebanyak 70 persen penghuni lapas merupakan pelaku tindak pidana narkotika. Sedangkan 30 persen lainnya adalah gabungan dari pelaku teror, korupsi, dan kriminal lainnya.
"Semua lapas di Indonesia, sebagian besar 70 persen isinya penjahat narkotika. Itulah kejahatan luar biasa. 30 persen dibagi teror, korupsi, dan kriminal," katanya
Mendapati fakta tersebut, menurutnya, penanganan kasus narkotika di Indonesia masih ditangani secara biasa saja.
Selain fakta di atas, mantan Kabareskrim Polri ini telah membuktikan bahwa tempat paling aman untuk membeli dan melakukan transaksi narkotika adalah di dalam lapas.
"Saya telah membuktikan bahwa sekarang orang membeli narkotika aman di lapas. Sekarang pura-pura besuk tahanan tapi dia transaksi di situ narkotika," ujarnya.
Fakta tersebut, menurutnya, merupakan kejadian yang terjadi di lapangan. Namun, melihat kejadian tersebut banyak pihak yang membantah dan seolah menutup mata.
"Semua bela bilang, ‘Oh bukan, ini karena over kapasitas’. Wong nyatanya, dia dapat kamar satu sendirian, dapat kantor, dapat ruang makan sendiri. Itu yang disebut over kapasitas. Sudahlah, kita saling benahi. Apa sih yang jadi masalah? Toh bukan menjelekkan siapapun, tetapi untuk mewujudkan ini, lho temuan kita, mari kita tangani. Bukan merasa dijelekkan. Ini kan, demi kepentingan bangsa dan negara," katanya.
Ia pun menyoroti, para oknum petugas lapas yang terlibat dalam peredaran narkotika di lapas. Menurutnya, pembiaran bahkan bantuan terhadap para pengedar narkotika di lapas merupakan bentuk pengkhianatan terhadap negara.
"Ini adalah bentuk pengkhianatan negara. Aparat negara yang harus menjaga keutuhan negara malah membiarkan dan mendorong mengedarkan, menjual, bahkan merusak sistem di lapas sebagai peredaran narkoba," ujarnya,
Jenderal bintang tiga ini pun mengkritik orang yang selalu mencibir instansi yang ia pimpin. Menurutnya, para pengamat yang mengkritik BNN belum tentu bisa bekerja, jika jadi penyidik BNN.
"Anggota saya, memakan waktu paling cepat 32 hari mulai dari penyelidikan. Jadi, diikuti terus, tetapi tidak ada yang tahu. Dia hanya bisa mencibir, jika ada kesalahan prosedural. Coba kalau pengamat itu jadi anggota saya. Belum tentu bisa," katanya lagi.
Tak hanya itu, ia pun membeberkan kelemahan sistem hukum di Indonesia yang baru bisa membongkar peredaran narkoba dan bandar jika menemukan barang bukti. Padahal, ia mengklaim sudah mengantongi nama-nama bandar dan pengedar yang ada.
"Saya punya data siapa bandar, pengedar dan bagaimana jaringannya. Cuma penegakan hukum di kita harus disertai barang bukti. Itulah kelemahan kita. Makanya mereka berlindung di lapas, kita tidak bisa berbuat apa-apa, karena sulit menemukan barang bukti," ucapnya. (asp)