Ahok Tawarkan Skema Rumah Susun Bagi Penghasilan Rendah
- Eduward Ambarita - VIVA.co.id
VIVA.co.id – Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menawarkan skema hunian vertikal bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Skema itu, menurutnya, diperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan setara upah minimum provinsi (UMP) untuk tinggal di Ibu Kota agar mendekati tempatnya beraktivitas.
"Kalau gaji kamu Rp3 jutaan atau UMP kamu, sudah deh terima rumah subsidi kita aja, tidak sewa itu," kata Ahok di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu 9 Januari 2017.
Ahok mengatakan subsidi yang akan ditawarkan itu bisa digunakan selama seumur hidup. Nantinya, pembiayaan akan dibagi dalam empat skema menyesuaikan klasifikasi penghasilan masyarakat.
Pertama, dengan penghasilan kurang atau setara UMP akan mendapatkan subsidi 80 persen. Sementara untuk kelas menengah, subsidi sewa akan dipatok mulai Rp1,5 – Rp2 juta tiap bulannya.
"Gaji kamu Rp5-Rp7 juta, kamu pun belum bisa beli rumah di Jakarta makanya kita sediakan yang harga kos, sewa harga kos. Kamu akan beli rumah di pinggiran," kata dia.
Sementara konsep ketiga, Ahok menuturkan, bagi masyarakat berpenghasilan di atas Rp10 juta, mereka bisa mendapatkan hak milik subsidi dengan cicilan Rp2 – Rp3 juta per bulan. Harga itu dihitung akan dikenakan lebih murah, bila harga yang ditawarkan pengembang swasta.
"Apartemen bisa Rp500 juta - Rp1 miliar. Kecuali kami yang jual. Tanah tidak dihitung, cuma bangunan Rp300 juta," ujarnya. Keempat, menurut Ahok apabila ada yang memiliki tanah kemudian punya anak banyak maka tanah 100 m2 jika dikumpulkan bangun apartemen akan dapat 2,5 kali.
“Tanah 100 meter persegi langsung jadi apartemen 250 meter. Kalo rata-rata 36, kamu (dapat) sampai tujuh hingga delapan unit. Nah delapan unit ini kamu bisa sewa-sewain hak milik kamu. Itu mulai kita tawarkan." katanya.
Ahok pun membantah, pola pembiayaan yang dilakukan ini tak meniru pesaingnya Anies Baswedan - Sandiaga Uno soal DP rumah nol persen. Menurutnya, program itu sudah dicanangkan sejak lama, sebelum polemik pembiayaan kepemilikan rumah ramai menjelang Pilkada.