Anak Buah Suami Inneke Koesherawati Didakwa Suap Pejabat

Inneke Koesherawati jenguk suami yang ditahan KPK.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id – Marketing PT Merial Esa, Hardy Stefanus didakwa bersama-sama dengan Muhamamad Adami Okta dan Direktur PT Merial Esa, Fahmi Dharmawansah, telah melakukan atau turut serta melakukan suap kepada penyelenggara negara yang total seluruhnya sebesar SG$209,5 ribu, US$78,5 ribu dan Rp120 juta ?terkait proyek satelit monitor di Bakamla tahun 2016.

Para penyelenggara negara yang disuap itu, kata tim Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), yakni Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama Bakamla, Eko Susilo Hadi senilai SG$100 ribu,
Direktur Data Bakamla, Bambang Udoyo sebesar SG$5 ribu, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi di Bakamla sebesar SG$104,5 ribu dan Kasubag TU Sestama Bakamla, Tri Nanda Wicaksono sebesar Rp120 juta.

"(Suap diberikan) dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat dalam jabatannya," kata JPU KPK, Kiki Ahmad Yani ketika membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis, 9 Maret 2017.

Dipaparkan Jaksa Kiki, awal mula kasus ini terjadi lantaran orang kepercayaan Kepala Bakamla Arie Soedewo, yakni Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi datang ke kantor PT Merial Esa di Jalan Imam Bonjol Nomor 16, Jakarta Pusat, untuk menemui Fahmi Dharmawansyah didampingi Mumamad Adami Okta.

"Pada ketika itu, Ali Fahmi menawarkan kepada Fahmi Dharmawansyah untuk 'main proyek' di Bakamla dan apabila bersedia, maka Fahmi Dharmawansyah harus mengikuti Ali Fahmi, agar bisa menangkan pengadaan di Bakamla," kata Jaksa Kiki.

Selain itu, Ali juga mengajukan syarat agar suami Inneke Koesherawati itu memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan. Kemudian pada bulan April atau Mei 2016, mereka kembali melakukan pertemuan dan juga dihadiri Hardy Stefanus.

"Dalam pertemuan, Ali Fahmi menyampaikan bahwa untuk anggaran pengadaan monitoring satelit di Bakamla telah disetujui dengan nilai sebesar Rp400 miliar, dan Ali Fahmi meminta DP sebesar 6 persen dari total nilai anggaran," kata Jaksa Kiki.

Setelah itu, Ali Fahmi merekomendasikan Hardy Stefanus untuk membantu PT Merial Esa dalam mengikuti lelang tersebut. Akhirnya, Hardy diplot Fahmi menjadi marketing PT Merial Esa. Hal itu, menurut Jaksa Kiki, karena Ali Fahmi mengetahui Hardy memiliki jaringan di Bakamla.

Namun, akhirnya mereka berubah haluan, agar Merial Esa digunakan untuk mendapatkan proyek drone, sedangkan PT Melati tecnofo Indonesia, milik Fahmi juga untuk ikut lelang satelit monitoring.

Suap sendiri dilakukan dengan cara beragam. Ada yang dikirim melalui rekening, ada juga yang diantar langsung kapada para pejabat Bakamla. Hingga akhirnya pada 14 Desember 2017, satuan tugas KPK menangkap Eko Susilo Hadi, Hardy Stefanus dan M Adami Okta. Esok harinya, KPK menetapkan Eko, Hardy dan M Adami serta Fahmi sebagai tersangka.

Atas perbuatan terdakwa, Jaksa KPK menjerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP.