Kota Tangerang Tak Kuasa Melarang Gojek
- VIVA.co.id/Anissa Maulida
VIVA.co.id - Ratusan sopir angkutan kota (angkot) mogok beroperasi dan memilih berunjuk rasa di Kota Tangerang, Banten, pada Rabu, 8 Maret 2017.
Para pengemudi angkutan umum itu awalnya berkumpul di Palem Semi, Karawaci, lalu ke kantor Wali Kota, kantor DPRD, dan kantor Dinas Komunikasi dan Informatika. Mereka menuntut Pemerintah Kota melarang angkutan umum berbasis aplikasi online, seperti Gojek, Uber, dan Grab.
Massa sopir angkot berbagai trayek itu bahkan memarkirkan mobil angkotnya di halaman pusat Pemerintahan Kota Tangerang. Aksi mereka memacetkan arus lalu lintas di sana.
Ratusan sopir angkot mogok beroperasi dan memilih berunjuk rasa di pusat pemerintahan Kota Tangerang, Banten, pada Rabu, 8 Maret 2017. (VIVA.co.id/Anissa Maulida)
Perwakilan massa pengunjuk rasa akhirnya ditemui sejumlah pejabat Pemerintah Kota dan DPRD. Pertemuan menghasilkan sejumlah kesepakatan, di antaranya, dibentuk tim terpadu terdiri Dinas Perhubungan, Satuan Lalu Lintas Polres Metropolitan Tangerang, dan Satpol PP.
Tim terpadu itu bertugas menindak setiap pelanggaran lalu lintas dan peraturan daerah. Misalnya, Polisi menilang pelanggar aturan lalu lintas dan Dinas Perhubungan dengan pendekatan persuasif.
Namun Pemerintah Kota tak kuasa menghentikan atau melarang angkutan umum berbasis aplikasi karena hal itu merupakan kewenangan pemerintah pusat, yakni Kementerian Perhubungan. Pemerintah Kota pun belum mendapat petunjuk teknis untuk menindak angkutan berbasis aplikasi itu.
"Info terakhir dari Dirjen Perhubungan Darat: sudah meminta Kemenkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) untuk mencabut aplikasi angkutan online. Tapi sampai saat ini belum ada keputusan yang jelas," kata Kepala Dinas Perhubungan Kota Tangerang, Saeful Rohman.
Menurut Saeful, angkutan berbasis aplikasi itu legal berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang angkutan sewa. Meski demikian wajib memenuhi persyaratan seperti plat hitam dengan tanda khusus, harus berbentuk badan hukum, harus dilengkapi tanda khusus berupa stiker, dilengkapi dokumen perjalanan yang sah, dan memiliki surat lulus uji kir.
"Kalau dikatakan legal, ya, mereka legal karena termasuk angkutan sewa. Tapi memang belum semua mengikuti persyaratan," katanya.
Saeful berjanji meneruskan aspirasi para sopir angkot itu dengan menanyakan kejelasan aturan penindakan angkutan online kepada Kementerian Perhubungan. (mus)