Cerita Ipda Denny Rela Jadi Korban Bom Thamrin
- VIVA.co.id / Bayu Nugraha
VIVA.co.id – Tanggal 14 Januari 2016, kawasan Thamrin Jakarta Pusat digegerkan dengan aksi teror sejumlah orang. Para teroris ini nekat melakukan bom bunuh diri dan melukai aparat keamanan serta masyarakat dengan senjata api. Kini, tepat setahun lalu, duka mendalam masih dirasakan oleh korban selamat dari kejadian yang membuat gempar awal tahun lalu itu.
Salah satu korban yang selamat adalah anggota Polantas Polda Metro Jaya bernama Ipda Denny Mahieu (49). Ia yang dulunya merupakan anggota Satgatur Polda Metro Jaya kini distafkan.
"Saat ini masih perawatan jalan, cuma kalau kepala ini masih berat terus terang dalam sini. Hanya sebelah kiri tidak apa-apa. Kalau untuk tiap hari ini terasa sakit sampai kaki. Kalau tidak minum obat, tidur kadang-kadang susah saya," kata Denny sambil menunjukan beberapa luka yang masih ia rasakan di lokasi tabur bunga, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu, 14 Januari 2017.
Saat ditanya kejadian setahun lalu, ia pun menceritakannya. Menurutnya, saat itu dia dari kawasan Monas dan mampir ke pos polisi Thamrin.
"Waktu itu saya lihat itu bahaya, saya tidak tahu kalau itu bom. Saya pikir karena itu jalur Presiden, lebih baik saya melakukan tindakan, ketimbang Presiden lewat bom meledak. Itu lebih booming ke dunia. Saya lakukan itu demi keamanan pejabat yang lewat sini dan masyarakat yang pada lalu lalang," tuturnya.
Ia mengaku tidak mengalami trauma berlebihan atas peristiwa yang dialaminya. Bahkan, saat terkena bom pada waktu itu, ia dalam keadaan sadar. "Tapi saya tidak mengeluh sakit. Karena sudah takdir," ucapnya.
Mengenai proses pemulihan luka yang dideritanya, ia menceritakan, pada saat kejadian sekitar pukul 11.30 WIB, dia dibawa ke RS Cipto Mangunkusumo dan dioperasi hingga pukul 16.30 WIB.
"Terus dirawat satu bulan penuh. Setelah keluar dari RS Cipto, beberapa minggu di rumah saya dirawat lagi di RS Polri Kramat Jati. Kalau untuk di rumah sakit tidak keluar biaya. Cuma yang paling besar adalah perawatan jalan, saya harus keluar biaya sendiri," ujarnya.
Ia pun meminta kepada pemerintah untuk memikirkan para korban yang selamat dalam tragedi tersebut, terutama terkait perawatan. "Sampai sekarang belum ada. Hanya kita memohon, kapan ya. Saya mau kalau ada. Memohon sama Pak Presiden lah, bukan saya saja, kan ada juga yang lain," ucapnya.
Tak hanya itu, ia pun berharap kepada kepolisian agar penanggulangan terorisme harus ditingkatkan, bagaimana pun caranya.
"Ke depannya, untuk program penanggulangan teroris bisa lebih dari kemarin. Saya tidak tahu metodenya gimana, karena bukan Densus. Keahlian saya di lalu lintas," kata Denny.
Korban selamat lainnya bernama Dwi Sitirembuni (34). Dia menilai pemerintah sudah cukup konsen dan bekerja sangat keras memberantas aksi terorisme.
Dalam kesempatan ini juga, wanita yang akrab disapa Dwiki ini menceritakan pengalamannya setahun lalu. Dia mengaku adalah pengunjung gerai kafe Starbucks Coffee yang menjadi lokasi bom bunuh diri para pelaku. "Posisi saya di dalam Starbucks dekat pengambilan minuman dan makanan," kata Dwiki.
Saat ini, Dwiki masih bekerja, walaupun tidak maksimal lantaran harus berobat dan konseling. Mengenai luka yang diterima saat kejadian, ia mengaku pada waktu itu luka yang dialaminya adalah patah tulang leher belakang, kurang lebih 3 sentimeter.
"Pada saat kejadian sampai sekarang, alhamdulillah di-cover pemerintah. Selama ini didampingi LPSK dan AIDA juga. Saya juga bergabung di Komunitas Yayasan Penyintas Indonesia (YPI), berkumpulnya para korban dari bom Bali, bom Marriot 1-2 dan bom Kuningan. Teman-teman saat kejadian ini datang memberi support," katanya.
Ia berharap, ke depannya semua elemen masyarakat menyuarakan aksi damai dan sama-sama berdiri menjalin kasih sayang serta menjalin kebersamaan untuk melawan aksi kekerasan agar tidak dibalas dengan kekerasan lagi.
"Tentunya kami para korban berharap sangat terhadap pemerintah agar tetap diperhatikan. Tidak hanya pada masa kritis, tapi berkesinambungan, diperlakukan sama. Mungkin ada beberapa perlakuan dari masyarakat ke kami yang tidak begitu nyaman bagi kami. Nah, bagaimana pihak pemerintah membantu para korban kembali ke kehidupan normal," tuturnya.
Ledakan bom di Pos Lantas tepatnya di lampu merah Sarinah dan di Starbucks Sarinah, Kamis, 14 Januari 2016 sekitar pukul 10.50 WIB. Ledakan tersebut disertai aksi baku tembak antara petugas kepolisian dan pelaku teror di halaman Starbucks Gedung Cakrawala.
Meski sempat terjadi kegaduhan, pihak kepolisian akhirnya berhasil menembak mati para pelaku dan mengevakuasi para korban. Akibat teror tersebut, tujuh orang tewas, di antaranya lima pelaku teror dan dua warga sipil yaitu seorang Warga Negara Indonesia dan seorang warga Asing. (ase)