Komnas PA Peringatkan Sudah 4 Anak Diperkosa Berkelompok

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Warga Sorong, Papua Barat, digegerkan dengan penemuan mayat bocah berusia 4 tahun bernama KE diduga menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan. Kejadian tragis ini terungkap pada Selasa, 10 Januari 2017. Saat ditemukan, jasad bocah perempuan itu terkubur di dalam aliran sungai berisi lumpur di Kompleks Kokodo, Kota Sorong, Papua Barat.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait, mengungkapkan, dalam catatannya setidaknya sudah ada empat kasus kekerasan pada anak di tahun 2017 yang baru berjalan dua minggu. Untuk itu, dia mewaspadai kasus kejahatan seksual terhadap anak yang pelaku secara berkelompok.

"Tahun 2017 awal ini Komnas PA sudah menerima laporan ada 4 kasus pemerkosaan secara berkelompok. Pertama ada di Deli Serdang yang korbannya anak SMP itu diperkosa sebanyak 8 orang, kedua di kota Pemantang Siantar seorang anak SMP tanggal 7 Januari juga menjadi korban pemerkosaan oleh 8 orang, ketiga ada kasus dua kakak adik yang ada di Kabupaten Samosir itu diperkosa sebanyak 11 orang tetangganya dan itu ada anak-anak pelakunya. Dan keempat kasus ini yang di Sorong," kata Arist ketika dihubungi VIVA.co.id.

Dengan adanya empat kasus di awal tahun 2017 ini, dia memprediksi kejahatan seksual dengan modus berkelompok akan meningkat.

"Ini artinya menandakan perbuatan kejahatan seksual yang mengancam anak-anak Indonesia sudah masuk kategori kejahatan yang biadab," katanya.

Menurutnya, fenomena pelaku kejahatan seksual yang juga anak di bawah umur adalah fenomena yang menakutan. Lebih lanjut, ia pun menambahkan, faktor anak-anak menjadi pelaku kejahatan seksual adalah akibat tsunami teknologi dan informasi.

"Tsunami teknologi dan informasi inilah yang menjadi pemicu mereka banyak mengakses gambar porno baik itu porno aksi maupun gambar yang tidak layak dikonsumsi anak-anak. Lalu kemudian di dorong miras, narkoba dan lainnya. Maka anak-anaklah yang selain korban tapi jadi pelaku," ucapnya.

Bahkan, ia menegaskan, tsunami teknologi tidak hanya masuk ke kota-kota besar. Hal ini ditandai dengan empat kasus diawal tahun yang terjadi di daerah bahkan di desa.

"Penyebaran kasus kejahatan seksual itu tidak melulu ke kota. Tapi sudah masuk ke desa karena tsunami teknologi sudah masuk ke desa. Jadi anak-anak mengkonsumsi narkoba pornografi tanpa tidak tahu risikonya karena berbahaya bagi mereka karena itu dianggap sebagai gaya hidup akibat teknologi yang menawarkan banyak hal," katanya.

Ia pun mencatat kejahatan seksual yang melibatkan anak-anak cukup memprihatinkan. Dalam tahun 2016, sebanyak 26 persen kejahatan seksual merupakan anak-anak di bawah umur.

"Di tahun 2017 ini bisa diprediksi meningkat dari 26 persen hingga ke 30 persen hingga 32 persen nantinya, soalnya baru dua minggu di tahun 2017 saja sudah ada 4 kasus," katanya.

 

(ren)