DKI Terapkan Empat Langkah Pasca Musibah Kapal Zahro Express
- REUTERS/Darren Whiteside
VIVA.co.id – Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta akan menata ulang tata kelola transportasi laut di Kepulauan Seribu. Musibah kebakaran kapal Zahro Express yang menewaskan 23 penumpang menjadi alasan utamanya.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Andri Yansyah, setidaknya ada empat langkah yang akan dilakukan untuk memperbaiki transportasi laut di Kepulauan Seribu. Pertama adalah penambahan kapal milik Pemprov DKI agar tidak ada penumpukan penumpang.
"Pertama, kita mau tidak mau harus siapkan kapal tambahan. Untuk menyaingi kapal tradisional sehingga ke depannya nanti kapal tradisional mau meningkatkan gradenya. Kalau tidak ada pembanding, dia belagu nih," kata Andri saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 4 Januari 2016.
Andri menyatakan, dirinya sudah bertemu dengan PT Pelni untuk penambahan armada kapal yang bisa beroperasi di bawah Dishub DKI. Saat ini, Pemprov DKI hanya memiliki 12 kapal dan empat kapal yang sedang proses sertifikasi dari Kementerian Perhubungan. Sementara itu, pihak swasta memiliki 44 kapal yang beroperasi di Muara Angke.
Meski jumlah kapalnya masih kurang, Pemprov DKI ingin menguasai transportasi laut di Kepulauan Seribu. Mulai dari Pelabuhan Kali Adem di Muara Angke, hingga Dermaga Marina Ancol, Jakarta Utara.
"Nanti juga kita bahas, boleh enggak kapal-kapal swasta yang ada di Marina karena dasar hukumnya kita enggak ada nih," ujarnya.
PT Pelni sendiri sudah menawarkan harga tiket yang dijual untuk tujuan ke Kepulauan Seribu dari Muara Angke, sebesar Rp16.000. Harga ini jauh lebih murah dari tiket yang dijual kapal sejenis milik swasta yang bisa mencapai Rp50 ribu hingga Rp75 ribu saat musim liburan.
"Di satu sisi bagus untuk masyarakat, tetapi satu sisi masyarakat akan protes. Ini nanti kita bahas," ujarnya.
Saat ini, kapal-kapal milik swasta di Muara Angke mematok tarif berdasarkan kesepakatan masing-masing. Dinas Perhubungan hanya bisa mengintervensi dengan meminta para pemilik kapal membentuk koperasi untuk mengelola tarif. Karena itu, nantinya tarif akan ditetapkan dengan menggunakan Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Retribusi sebagai payung hukum.
Mengenai wacana beroperasi di Marina, Andri mengatakan bahwa pengelola Marina akan menerapkan harga tinggi. Untuk itu, ia sedang mempertimbangkan penerapan public service obligation (PSO) untuk transportasi laut layaknya Transjakarta.
"Insya Allah PSO. Kita kan konsep rupiah per mil sudah ada, tetapi cantolan hukumnya belum dapat, jadi mau enggak mau diubah dulu. Transjakarta juga enggak akan berani soalnya aturan hukumnya enggak ada. Itu kan dari PSO semua, nanti malah dibilang penyalahgunaan uang negara," kata Andri.
Periksa Sertifikasi
Selain penambahan kapal, langkah mendesak kedua yang perlu dilakukan adalah memastikan semua kapal yang bertolak dari pelabuhan sesuai dengan sertifikasinya.
"Saya akan berkoordinasi dengan KSOP dan mengeluarkan surat edaran. Jadi kapal itu harus menyiapkan segala bentuk apapun yang ia ajukan sesuai sertifikasinya," ujar Andri.
Selanjutnya, kata Andri Yansyah, Pemprov DKI akan meminta Dishub menegaskan seluruh kapal angkutan di Kepulauan Seribu memenuhi syarat berlayar, mulai dari ketersedia pelampung untuk keamanan penumpang. Seluruh penumpang harus menggunakan jaket kemanan sebelum kapal berangkat.
"Ketiga, dia tidak boleh memberangkatkan, kita minta dan imbau karena kita enggak bisa eksekusi. Itu di bawah Kemenhub, tidak boleh memberangkatkan kapal sebelum semua penumpang pakai life jacket," ujar Andri.
Andri menambahkan, jaket penyelamat itu sebenarnya dimiliki oleh Zahro Express. Namun, barang itu hanya disimpan dan penumpang menjadi panik dan berebut. Karena jumlah penumpang yang banyak, tidak semua penumpang juga menggunakan jaket penyelamat.
"Sebenarnya kejadian kemarin kapal Zahro ada life jacket, tapi disimpan. Nah pada saat itu penumpangnya panik dan berebut life jacket," katanya.
Terakhir, ia meminta setiap kapal yang berangkat, nakhoda dan anak buah kapal (ABK) memeriksa manifes apakah sudah sesuai dengan jumlah penumpang atau belum.
"Keempat, betul-betul dicek sesuai dengan manifes yang akan dikeluarkan sebagai dasar pengeluaran Surat Persetujuan Berlayar (SPB)," katanya.
Kapal wisata Zahro Express tujuan Pulau Tidung terbakar di perairan Kepulauan Seribu, tepatnya 1 mil arah barat dari Dermaga Muara Angke, pukul 09.24 WIB, Minggu 1 Januari 2016 pagi.
Dari kejadian ini, 23 orang dinyatakan tewas dimana 20 orang terbakar dan 3 orang dinyatakan tewas karena tenggelam. Sementara korban selamat saat ini masih dalam perawatan di beberapa rumah sakit.
Polisi telah memeriksa 11 saksi, seperti nakhoda, tiga anak buah kapal (ABK) dan dua petugas syahbandar. Nakhodanya, Moh Nali, kini ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap bertanggung jawab atas ketidaksesuaian penumpang dengan manifes.
(ren)