Kejanggalan Proses Hukum Rampok Pulomas Saat Ditangkap 2015
- Istimewa
VIVA.co.id – Petualangan gembong perampok sadis di Pulomas, Pulogadung, Jakarta Timur, Ramlan Butarbutar, sudah berakhir. Nyawa pria berjuluk kapten pincang itu, berakhir setelah dua peluru yang ditembakkan petugas kepolisian bersarang di tubuhnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, kejanggalan demi kejanggalan rekam jejak proses hukum terhadap Ramlan, satu persatu mulai terungkap.
Yang terbaru, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dari Kementerian Hukum dan HAM, menyatakan, Ramlan terakhir kali menginjakkan kaki di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LP), yakni pada 2014.
Menurut Kabag Humas Ditjen Pemasyarakatan, Akbar Hadi, Ramlan pertama kali ditahan lapas sejak tanggal 7 Februari 2012 dan resmi menjadi penghuni lapas pada 5 Juni 2012, lalu dibebaskan pada awal 2014. Dan, dipastikan tidak ada orang bernama Ramlan Butarbutar yang ditahan di lapas pada tahun 2015.
"Menurut data yang ada pada kami, ada namanya Ramlan Parninghotan Butar Butar kasus Pasal 365 KUHP dipidana 2 tahun oleh PN Bekasi tanggal 1 Agustus 2012," ujar Akbar dalam keterangan tertulisnya kemarin, Kamis 29 Desember 2016.
Data yang diungkap Akbar Hadi itu, justru berbanding terbalik dengan apa yang diutarakan Kepala Polda Metro Jaya, Irjen Pol Muhammad Iriawan. Menurut Iriawan, pada 2015, Ramlan pernah dipenjara selama delapan bulan dan bebas lagi karena masa hukumannya telah usai.
"Ramlan Butarbutar telah diadili dan divonis selama delapan bulan penjara, setelah keluar dia kembali melakukan kejahatan di wilayah Depok, dia masuk DPO, sampai diketahui lagi merampok di Pulomas," kata Iriawan.
Berdasarkan catatan kejahatannya, seharusnya Ramlan berada di penjara bersama dua anak buahnya, Johny Sitorus dan Posman Sihombing. Ketiganya merupakan satu komplotan yang ditangkap anggota Polres Depok Kota, atas aksi perampokan dan penyekapan di rumah warga negara Korea Selatan, pada 12 Agustus 2015.
Johny Sitorus dan Posman Sihombing, ditangkap dan diadili di Pengadilan Negeri Depok, dengan vonis hukuman masing-masing, tujuh tahun dan enam tahun penjara. Sedangkan Ramlan tidak tahu rimbanya, padahal ketika itu penyidik kepolisian menyatakan Ramlan sebagai otak kasus itu.
Menurut Kepala Seksi Tindak Pidana Umum dari Kejaksaan Negeri Kota Depok, Priatmaji, saat itu penyidik kepolisian menjerat Ramlan, Johny Sitorus dan Posman Sihombing dengan Pasal 365 ayat 2 atas kasus pencurian dengan kekerasan yang ancamannya paling lama 12 tahun penjara.
"Jadi saat itu berkas SPDP masuk ke kita tanggal 18 Agustus 2015. Kejadian (peristiwa perampokannya) Agustus 2015 sekitar pukul 14.30 WIB. Masuk ke sini dengan penunjukan jaksa, AB Ramadan dan Erna," kata Priatmaji.
Memang, ketika itu diakui Priatmaji, dalam berkas perkara yang dilimpahkan penyidik kepolisian, tertera tiga nama tersangka perampokan yang bisa diperkarakan jaksa di pengadilan. Ketiga nama tersangka itu yakni, Ramlan Butarbutar, Johny Sitorus dan Posman Sihombing.
Namun, berjalannya kasus itu, hanya Johny Sitorus dan Posman Sihombing yang harus berhadapan dengan majelis hakim. Sedangkan Ramlan, tidak diadili karena Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Depok Kota, saat itu, mengirimkan surat yang berisi permohonan pembantaran atau perawatan atas Ramlan.
"Namun berjalannya penyelidikan ada surat dari Kasat Reskrim Polresta Depok dengan nomor surat, B / 1530/IX/2015 yang isinya permohonan pembantaran (dirawat) di RS Polri untuk tahanan atas nama Ramlan Butarbutar. Ya, isinya permohonan untuk melakukan pemeriksaan medis karena yang bersangkutan dalam keadaan tidak sehat dan sering mengeluhkan sakit," katanya.
Merujuk pada surat itu, pada tanggal 2 September 2015, maka dilakukanlah pembantaran. "Berkasnya kemudian dipisah dari tiga orang itu, dua dimajukan untuk penuntutan satu lagi masa perawatan, ya Si Ramlan itu. Yang disidang Johny divonis selama 7 tahun dan Sihombing divonis 6 tahun," katanya.
Sejak perawatan itu, jaksa menyatakan berkas perkara Ramlan sudah lengkap alias P21 dan meminta penyidik kepolisian untuk menyerahkan Ramlan ke kejaksaan beserta barang bukti. Tapi, menurut Priatmaji, penyidik kepolisian tidak menyerahkan Ramlan.
"Jadi sejak dibantarkan kemudian oleh jaksa di P21 kemudian berkas dinyatakan lengkap dan kami panggil lagi dengan P21 tipe A, belum diserahkan lagi tersangka dengan barang buktinya. Berdasarkan SOP kami, maka kami kembalikan berkas perkara berikut SPDP yang kami terima ke penyidik. Artinya berkas perkara dikembalikan lagi harus dengan tersangka," kata Priatmaji.
Sementara itu, anehnya lagi, Polres Kota Depok, menyatakan, Ramlan memang belum sempat diadili. Karena, melarikan diri saat dibantarkan.
Menurut Kasubag Humas Polresta Depok, Ajun Komisaris Polisi Firdaus, Ramlan sudah masuk daftar pencarian orang (DPO) Polresta Depok sejak 25 Oktober 2015.
"Ya, dia (Ramlan) pernah ditangkap terkait perkara 365 pencurian dengan kekerasan di wilayah Cilangkap, Tapos, bersama dua rekannya yakni Johny Sitorus dan Posman Sihombing. Kejadiannya 12 Agustus 2015 kita tangkap tanggal 15 Agustus 2015," kata Firdaus, Kamis, 29 Desember 2016.
Firdaus mengatakan, dalam proses penyidikan, Ramlan sakit. Dia sakit ginjal. Ketika ditangkap pun badannya ada selang, maka kita bantarkan di RS Kramat Jati selama satu bulan. Dan oleh pihak rumah sakit diminta harus menjalani perawatan serius dan kita bawa ke RSCM.
Kemudian, proses pemberkasan berjalan hingga sudah P21. Namun dalam proses pengobatan ini karena harus dirujuk ke rumah sakit maka Ramlan pun ditangguhkan dan harus wajib lapor. Itu dilakukan penyidik lantaran sering pingsan di tahanan.
"Tapi karena dua kali tidak hadir saat pemanggilan maka kita kenakan DPO. Jadi saat itu berkasnya sudah P21, ketika akan dilakukan tahap dua pemberkasan, yang bersangkutan melarikan diri, dia kabur di Minggu pertama ketika wajib lapor. Jadi yang bersangkutan kabur saat rawat jalan," kata Firdaus.