Kasus Makar, Polisi Periksa Pemilik PO Bus Asal Padang

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono.
Sumber :
  • VIVA/Nur Faishal

VIVA.co.id – Kepolisian Daerah metro Jaya menjadwalkan pemeriksaan terhadap Angga Vircansa Chairul, pemilik perusahaan otobus (PO) PNM asal Padang Sumatera Barat, Rabu, 28 Desember 2016.

Pemeriksaan ini berkaitan dengan kasus dugaan makar yang mencuat saat aksi unjuk rasa 2 Desember 2016 terkait kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

"Rencananya jam 10. Kita memeriksa kasus makar kan harus tahu kronologis pemufakatannya. Nah salah satunya dia (Angga) yang ngerti dan tahu, makanya kita panggil," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono saat dihubungi.

Argo mengatakan, PO NPM disewa mengantar massa pada aksi 2 Desember lalu. Pihak PO NPM akan ditanya berapa bus dan berapa penumpang yang diantarnya. Namun, Argo tidak menjelaskan pemeriksaan terkait dengan tersangka makar yang mana.

"Belum tahu untuk tersangka siapa diperiksa kasus makar, saksi saja," ucapnya.

Sejauh ini, setidaknya sudah ada beberapa saksi yang diperiksa untuk mengusut dugaan makar. Dari 11 orang yang ditangkap pada 2 Desember 2016, tujuh di antaranya disangka akan melakukan upaya makar.

Mereka adalah Kivlan Zein, Adityawarman, Ratna Sarumpaet, Firza Huzein, Eko, Alvin Indra, dan Rachmawati Soekarnoputri. Hatta Taliwang juga belakangan disangkakan dengan makar. Mereka dijerat dengan Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP.

Dua lainnya, yaitu Jamran dan Rizal Khobar, diduga menyebarluaskan ujaran kebencian terkait isu suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA). Keduanya disangka melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik jo Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 55 ayat 2 KUHP.

Lalu, Sri Bintang Pamungkas ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penghasutan masyarakat melalui media sosial. Sri Bintang disangka melanggar Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik jo Pasal 107 jo Pasal 110 KUHP.

Sedangkan musikus Ahmad Dhani dalam penangkapan itu ditetapkan sebagai tersangka penghinaan terhadap Presiden RI Joko Widodo. Dhani dijerat dengan pasal penghinaan terhadap penguasa, yakni Pasal 207 KUHP.