Takut 'Keseleo,' Buni Yani Tak Bacakan Permohonan Sendiri
- VIVA.co.id/Irwandi Arsyad
VIVA.co.id – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menggelar sidang perdana permohonan praperadilan yang diajukan oleh tersangka kasus dugaan penyebar informasi kebencian, Buni Yani, di ruang sidang utama PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa 13 Desember 2016.
Buni, selaku pemohon prinsipal praperadilan itu hadir secara langsung dalam sidang perdana itu.
Namun saat ditanya apakah dia akan membacakan langsung permohonannya itu, Buni serahkan kepada tim kuasa hukum.
"Nanti kawan-kawan (pengacara) lah (yang membacakan permohonan). Dan banyak konteksnya, saya takut keseleo. Maklum saya bukan ahli hukum. Nanti aja setelah sidang (memberi tanggapan)," ujar Buni.
Seperti diketahui, tersangka perkara kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjalani sidang perdana atas kasus yang menjeratnya, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada eks gedung PN Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada nomor 17, Jakarta Pusat, hari ini, Selasa 13 Desember 2016.
Selain Ahok, Buni juga diagendakan menjalani sidang perdana permohonan praperadilan yang dia ajukan di PN Jakarta Selatan, hari ini, Selasa 13 Desember 2016.
Sebelumnya, tersangka kasus dugaan penyebar informasi kebencian, Buni Yani, resmi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin, 5 Desember 2016 lalu.
Permohonan praperadilan itu diantaranya terkait penetapan tersangka dan penangkapan terhadap Buni.
Sidang permohonan praperadilan yang telah diregister dengan nomor 157/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel akan dipimpin oleh hakim tunggal praperadilan Sutiyono.
Seperti diketahui, Buni ditetapkan sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan kurang lebih 10 jam di Kantor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
Buni dijerat Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dengan ancaman hukuman di atas enam tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Pasal ini mengatur mengenai penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atas permusuhan suku, agama, ras, dan antargolongan (Sara).
(ren)