Yusril: DPR Bisa Gugat MK Jika Tafsirkan UU Pilkada
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id – Politikus Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bisa melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu dapat dilakukan jika MK memberi tafsiran atas aturan cuti kampanye kepala daerah petahana.
Yusril berpandangan, aturan yang tertera dalam Pasal 70 Ayat (3) huruf a Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tidak perlu ditafsirkan. Aturan itu, menurut dia, jelas mewajibkan kepala daerah petahana mengambil cuti jika ingin kembali mencalonkan diri menjadi kepala daerah, melalui Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2017.
"Bagi saya, norma Pasal 70 Ayat (3) huruf a sudah terang benderang," ujar Yusril di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 15 September 2016.
Menurut Yusril, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), pihak yang mengajukan pengujian, ingin MK menafsirkan aturan itu tidak mewajibkan kepala daerah petahana mengambil cuti kampanye. Ahok ingin tetap bisa bekerja di masa kampanye Pilkada DKI 2017.
"Pemohon meminta kepada MK untuk membuat penafsiran a contrario (penafsiran yang didasarkan pada perlawanan antara masalah yang dihadapi, dengan masalah yang diatur undang-undang)," ujar Yusril.
Jika aturan ditafsirkan MK sesuai makna yang dikehendaki Ahok, menurut Yusril, MK tak ubahnya bertindak seperti lembaga legislatif, DPR. Jika itu terjadi, kata Yusril, merupakan pelanggaran kewenangan. Kemudian, DPR dan Presiden akan menggugat pelanggaran itu.
Sementara MK adalah lembaga yudikatif, di mana gugatan terhadap kewenangan suatu lembaga yang diatur Undang-undang Dasar (UUD) 1945 bisa dilakukan di lembaga tersebut.
Jika hal itu terjadi, Yusril mengatakan, akan menjadi bahan tertawaan rakyat Indonesia. MK, berdasarkan gugatan Presiden dan DPR, mengadili kewenangannya sendiri. "Bagaimana caranya MK akan mengadili dirinya sendiri sementara dia adalah pihak yang berperkara?," ujar Yusril.
Seperti diketahui, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengajukan uji materi Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
UU Nomor 10 Tahun 2016 itu dikenal juga sebagai UU Pilkada. UU itu menjadi dasar penyelenggaraan Pilkada serentak 2017. (ase)