Gugat Polisi Rp1 Miliar, Dua Pengamen Cuma Dapat Rp36 Juta
- Irwandi Arsyad - VIVA.co.id
VIVA.co.id - Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan akhirnya menerima permohonan praperadilan terkait ganti rugi kerugian atas kasus salah tangkap dan peradilan tak berdasar yang diajukan dua pengamen asal Cipulir, Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto.
Namun sayangnya, hakim hanya mengabulkan sebagian gugatan kedua pemohon saja.
"Menetapkan, dalam pokok perkara, mengabulkan permintaan ganti kerugian dari permohonan satu dan pemohon dua untuk sebagian," kata Hakim tunggal, Totok Sapti Indrato saat membacakan penetapan di ruang sidang dua PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa, 9 Agustus 2016.
Hakim Totok Sapti Indrato menetapkan, untuk memerintahkan negara, dalam hal ini Kementerian Keuangan Republik Indonesia, sebagai pihak turut termohon dalam permohonan praperadilan itu untuk membayar ganti kerugian kepada pemohon satu dan pemohon dua.
Ganti kerugian tersebut hanya dikabulkan terkait ganti kerugian materil saja. Sedangkan ganti kerugian imateril kedua pemohon ditolak untuk seluruhnya.
Di dalam ganti kerugian materil yang dikabulkan hakim tunggal Totok itu hanya menyangkut dengan ganti kerugian penghasilan pemohon satu dan dua, selama ditahan delapan bulan, yakni dengan kalkulasi Rp150.000 per hari untuk penghasilan mengamen setiap harinya.
Jika dikalikan sebulan sama dengan Rp4.500.000 per bulannya. Kemudian dikalikan delapan bulan sehingga menjadi Rp36.000.000. Sehingga total ganti kerugian yang harus dibayarkan kepada pemohon satu yakni Rp36.000.000 dan pemohon dua Rp36.000.000.
"Memerintahkan negara, dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia cq Menteri Keuangan atau turut termohon untuk membayar ganti kerugian sebesar 36 juta rupiah kepada pemohon satu dan sebesar 36 juta rupiah kepada pemohon dua," perintah hakim Totok.
Selain itu, hakim juga menetapkan untuk menolak permohonan pemohon untuk selain dan selebihnya. Tak hanya itu, hakim tunggal juga menolak eksepsi termohon satu dan turut termohon dua. "Membebankan biaya perkara kepada negara," ujarnya.
Seperti diketahui, setelah resmi dibebaskan karena tidak terbukti bersalah setelah sempat dijatuhkan hukuman pidana perkara pembunuhan, dua pengamen asal Cipulir, Jakarta Selatan, melayangkan gugatan atas kasus salah tangkap itu.
Tak tanggung-tanggung, Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto menggugat Polri dan Kejaksaan Agung membayar ganti rugi atas kasus salah tangkap itu senilai Rp1 miliar.
Sidang gugatan satu miliar rupiah itu terdaftar dalam nomor perkara 98/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel.
Permohonan praperadian itu terkait ganti kerugian salah tangkap tersebut, dilakukan setelah adanya putusan kasasi dari Mahkamah Agung, yang menguatkan putusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta yang menyatakan keduanya tidak terbukti bersalah dan dibebaskan.
Dalam permohonan praperadilan itu, ada dua pihak yang menjadi termohon dan satu pihak turut termohon. Pertama, Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, selaku pihak termohon I. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, selaku pihak termohon II. Sedangkan untuk pihak turut termohon, Menteri Keuangan.
Dalam gugatan itu, pemohon I dan II menuntut ganti kerugian materil dan imateril kepada pihak termohon dan turut termohon sekitar Rp1 miliar. Dalam permohonannya, pemohon I meminta ganti rugi materil Rp75.440.000 dan imateril Rp590.520.000. Sedangkan pemohon II, meminta ganti rugi materil Rp80.220.000 dan imateril Rp410.000.000.
Kedua pengamen itu dituduh dan disangka hingga dipidanakan dalam kasus pembunuhan Dicky Maulana di bawah jembatan Cipulir pada akhir Juni 2013.
Keduanya ditangkap, ditahan, diproses secara hukum meskipun tidak ada bukti yang mengarahkan mereka sebagai pembunuh Dicky. Hal itu diperkuat dengan adanya putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta dan juga diperkuat dengan hasil kasasi di Mahkamah Agung.
Andro dan Nurdin, telah dibebaskan dari hukuman tujuh tahun penjara yang divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan keduanya tidak bersalah dan dibebaskan. Namun, Jaksa Penuntut Umum tidak terima dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasil keputusan Kasasi juga mengokohkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta.
Kasus pembunuhan Dicky Maulana diduga dilakukan enam anak jalanan yang sehari-hari mengamen di Cipulir, Jakarta Selatan. Mereka adalah dua terdakwa dewasa, Andro dan Nurdin, dan empat terdakwa anak di bawah umur yang kasasinya tengah berjalan di Mahkamah Agung. Mereka berinisial FP (16 tahun), F (14 tahun), BF (16 tahun), dan AP (14 tahun).
Pembunuhan Dicky terjadi pada Minggu 30 Juni 2013. Pada 1 Oktober 2013, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan pidana penjara tiga sampai empat tahun, kepada empat terdakwa anak di bawah umur. Sedangkan, dua terdakwa dewasa, masing-masing dihukum tujuh tahun penjara.
Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus bebas Andro dan Nurdin dalam kasus pembunuhan ini. Pada putusan banding Nomor 50/PID/2014/PT DKI, majelis hakim menyatakan kedua pengamen itu tak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan. (ase)