Dituduh Membunuh, Dua Pengamen Gugat Polisi Rp1 Miliar
- Irwandi Arsyad - VIVA.co.id
VIVA.co.id – Setelah resmi dibebaskan karena tidak terbukti bersalah setelah sempat dijatuhkan hukuman pidana perkara pembunuhan, dua pengamen asal Cipulir, Jakarta Selatan, melayangkan gugatan atas kasus salah tangkap itu.
Tak tanggung-tanggung, Andro Supriyanto dan Nurdin Priyanto menggugat Polri dan Kejaksaan Agung membayar ganti rugi atas kasus salah tangkap itu, senilai Rp1 miliar.
Gugatan itu dilayangkan Andro dan Nurdin bersama tim kuasa hukumnya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Sidang perdana praperadilan gugatan itu akan dilangsungkan siang ini, Senin, 25 Juli 2016.
"Agendanya pembacaan permohonan dari kita selaku pemohon. Agendanya jam sembilan. Tapi karena termohon belum hadir makanya belum dimulai," kata kuasa hukum pemohon, Arief Maulana, Senin 25 Juli 2016.
Sidang gugatan satu miliar rupiah itu terdaftar dalam nomor perkara 98/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel. Dan sidang akan dipimpin Hakim Totok Sapti Indrato.
Arief menuturkan, pengajuan permohonan praperadian terkait ganti kerugian salah tangkap tersebut, dilakukan setelah adanya putusan kasasi dari Mahkamah Agung, yang menguatkan putusan banding Pengadilan Tinggi Jakarta yang menyatakan keduanya tidak terbukti bersalah dan dibebaskan.
Dalam permohonan praperadilan yang diajukan oleh kliennya itu, menurut Arief, ada dua pihak yang menjadi termohon dan satu pihak turut termohon. Pertama, Pemerintah Republik Indonesia. Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya, selaku pihak termohon I.
Kemudian, Pemerintah Republik Indonesia. Jaksa Agung Republik Indonesia. Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, selaku pihak termohon II. Sedangkan untuk pihak turut termohon, Pemerintah Republik Indonesia, Menteri Keuangan.
"Klien kami dulu dipidana gara-gara dituduh membunuh. Kemudian kita bisa membuktikan di level banding, kita menang. Kemudian jaksa kasasi, kemudian putusannya (Kasasi) menguatkan keputusan banding. Inti keputusan banding tidak bersalah dan dibebaskan," ujarnya.
Dalam gugatan itu, pemohon I dan II menuntut ganti kerugian materil dan imateril kepada pihak termohon dan turut termohon. Dalam permohonannya, pemohon I meminta ganti rugi materil Rp. Rp. 75.440.000 dan imateril Rp. 590.520.000. Sedangkan pemohon II, meminta ganti rugi materil Rp. 80.220.000 dan imateril Rp. 410.000.000.
"Total ganti kerugian sekitar kurang lebih satu miliar rupiah," ucap Arief.
Seperti diketahui, kedua pengamen itu, dituduh dan disangka hingga dipidanakan dalam kasus pembunuhan Dicky Maulana di bawah jembatan Cipulir pada akhir Juni 2013.
Keduanya ditangkap, ditahan, diproses secara hukum meski pun tidak ada bukti yang mengarahkan mereka sebagai pembunuh Dicky. Hal itu diperkuat dengan adanya putusan banding di Pengadilan Tinggi Jakarta dan diperkuat dengan hasil kasasi di Mahkamah Agung.
Andro dan Nurdin, telah dibebaskan dari hukuman tujuh tahun penjara yang divonis oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan setelah Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan keduanya tidak bersalah dan dibebaskan. Namun, Jaksa Penuntut Umum tidak terima dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Kasus pembunuhan Dicky Maulana diduga dilakukan enam anak jalanan yang sehari-hari mengamen di Cipulir, Jakarta Selatan. Mereka adalah dua terdakwa dewasa, Andro dan Nurdin, dan empat terdakwa anak di bawah umur yang kasasinya tengah berjalan di Mahkamah Agung (MA). Mereka berinisial FP (16 tahun), F (14 tahun), BF (16 tahun), dan AP (14 tahun).
Pembunuhan Dicky terjadi pada Minggu 30 Juni 2013. Pada 1 Oktober 2013, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan pidana penjara tiga sampai empat tahun, kepada empat terdakwa anak di bawah umur. Sedangkan, dua terdakwa dewasa, masing-masing dihukum tujuh tahun penjara.
Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutus bebas Andro dan Nurdin dalam kasus pembunuhan ini. Pada putusan banding Nomor 50/PID/2014/PT DKI, majelis hakim menyatakan kedua pengamen itu tak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan.