Pembebasan Lahan MRT, Warga 'Keukeuh' Minta Harga Tinggi

Wagub DKI Jakarta Djarot Diperiksa Bareskrim
Sumber :
  • VIVA.co.id/M. Ali. Wafa

VIVA.co.id –  Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan mengambil langkah konsinyasi. Langkah ini harus segera dilakukan untuk mempercepat pembebasan lahan untuk Mass Rapid Transit (MRT).

Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat mengatakan, langkah ini diambil lantaran banyaknya warga yang meminta lahannya dibeli dengan harga di atas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Padahal pembebasan lahan harus segera dilakukan untuk pembangunan jalan layang dan depo MRT.

Letak lahan yang harus segera dibebaskan tersebut berada di kawasan Fatmawati, Blok A, Haji Nawi dan Cipete. “Kita harus lakukan percepatan pembebasan tanah. Kalau tidak dipercepat, maka pembangunan MRT akan terhambat. Kalau tidak, kita bisa kena denda,” kata Djarot usai rapat koordinasi dengan PT MRT Jakarta dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan, di Kantor Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat, 22 Juli 2016.

Padahal appraisal menentukan, harga tanah sebesar Rp26 juta per meter persegi di atas harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di kawasan tersebut yang sebesar Rp13 juta per meter persegi. Warga yang tinggal di lahan-lahan tersebut, tidak menerima tawaran yang diberikan Pemprov senilai Rp26 juta per meter persegi. Padahal NJOP di sekitar kawasan itu hanya sebesar Rp13 juta per meter persegi.

Karena mereka meminta harga lebih dari dua kali lipat, yakni senilai Rp50 juta hingga Rp150 juta per meter persegi. Tentunya Pemprov DKI tidak bisa membayar lahan mereka, karena tidak sesuai dengan appraisal, sehingga bisa dianggap melanggar hukum.

“Kalau sampai pemilik lahan susah, tidak mau dibebasin dengan cara atau jalur normal, ya kita pakai dengan cara konsinyasi. Karena ini kan untuk kepentingan nasional. Tidak boleh kepentingan pribadi mengalahkan kepentingan umum,” ujarnya menegaskan.

(mus)