DPRD DKI Temukan KJP Ditukar Uang Tunai di Pasar

Kartu Jakarta Pintar (KJP)
Sumber :
  • ANTARA/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Anggota Komisi D asal Fraksi Gerindra, Taufiqurrahman mewakili seluruh fraksi, menyampaikan laporan panitia khusus, penyusun inventarisasi hasil reses kedua, pimpinan dan anggota DPRD DKI Jakarta tahun anggaran 2016.

Laporan reses kedua tahun 2016 dilakukan seluruh anggota DPRD, di masing-masing daerah pemilihan (Dapil), dengan tujuan sebagai masukan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja  Daerah (RAPBD) Provinsi DKI Jakarta, sesuai aturan yang berlaku meliputi lima wilayah kota administrasi Jakarta, serta Kepulauan Seribu.

"Terdapat hal yang sangat krusial, yang kita temui, yaitu Kartu Jakarta Pintar (KJP), ditemukan di pasar-pasar yang menerima pembelian dengan KJP. Tapi nyatanya KJP digunakan dan ditukar dengan uang tunai dengan selisih 3-10 persen, misalnya pemegang KJP menukar uang Rp100 ribu, maka potongannya berkisar Rp3-10 ribu," katanya dalam rapat paripurna, di Kantor DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jumat, 22 Juli 2016.

Penyalahgunaan KJP tersebut, didapati di beberapa daerah, seperti Pasar Cengkareng Jakarta Barat dan Mall Cityloft Jakarta Pusat. Padahal anggaran KJP mencapai angka 2,3 triliun dalam APBD 2016.

"Kembalikan bantuan siswa ke sekolah-sekolah langsung. Sediakan mesin Electronic Data Capture (EDC). Aktifkan koperasi sekolah, jadi keperluan sekolah dapat dibeli di koperasi, kan bisa kerja sama dengan Bank DKI," ujarnya.

Selain itu juga Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA), yang diperuntukkan bagi setiap kelurahan belum tersedia di seluruh kelurahan yang ada.

Para Ketua RT dan RW, juga meminta Pemprov DKI mempertimbangkan kembali, soal aturan penggunaan aplikasi Qlue, karena dinilai dapat menimbulkan gesekan dan kegelisahan di antara masyarakat.

Hal terakhir yang menjadi aspirasi warga Ibu Kota, yakni meminta Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) agar tetap dilaksanakan di setiap kelurahan. Pasalnya, program itu dianggap dapat bermanfaat sebagai bentuk sosialisasi, pelatihan dan pembangunan-pembangunan yang tidak terakomodasi di program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemprov DKI Jakarta.

"Untuk menindaklanjuti rekomendasi reses kedua tahun 2016 tersebut, maka eksekutif dan legislatif, bukan eksekutif jalan sendiri. Maka Gubernur harus mendiskusikan perihal hal ini dengan legislatif," ujar Taufiqurrahman.

(mus)