Idrus: Ditawari Gratifikasi Rp9,6 M, Ahok Harusnya Lapor KPK

Bakal calon Gubernur DKI Jakarta, Muhammad Idrus.
Sumber :
  • VIVA.co.id / Foe Peace

VIVA.co.id - Pembelian lahan di Cengkareng Barat oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI terus memunculkan polemik. Belakangan, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mengaku pernah ditawari uang gratifikasi dari tindakan tersebut.

Adalah Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI, Ika Lestari Adji, yang melaporkan kepadanya bahwa salah satu pejabat kepala bidang di instansinya, menerima gratifikasi yang nilainya hampir mencapai Rp10 miliar dari penjual lahan yang rencananya akan dijadikan kompleks rumah susun tersebut.

"Seharusnya Pak Ahok jika tahu ada tawaran uang besar Rp9,6 miliar dari anak buah kenapa nggak langsung lapor dan minta KPK atau kepolisian untuk tangkap?" kata bakal calon Gubernur DKI Jakarta, Muhamad Idrus, dalam keterangan tertulis pada VIVA.co.id, Kamis, 30 Juni 2016.

Selain itu, Idrus menilai Ahok seharusnya juga meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengusut dalam konteks pencucian uang pada bulan Januari 2015 itu.

"Kenapa mesti Ibu Ika yang melaporkan gratifikasi ke KPK," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera tersebut.

Idrus menuturkan bahwa seorang pemimpin harus dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat agar tidak terjadi pembiaran. Jika tidak maka sama saja terlibat dalam persengkongkolan jahat.

"Sebaiknya penegak hukum segera memproses kasus ini secara profesional. Yang salah harus ditangkap tanpa pandang bulu karena saya percaya bahwa KPK, kepolisian, serta kejaksaan adalah lembaga hukum yang bekerja secara profesional untuk tegaknya keadilan bangsa," demikian Idrus.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ika Lestari Adji yang melakukan pelaporan itu mengaku tidak turut mencicipi uang. Namun, Ahok menganggap hal itu seperti cara untuk menawarinya uang komisi, yang didapat dari penjualan lahan, yang saat ini bermasalah itu.

"Tapi dia (Ika) ngomong gitu lho. Mungkin ada ngomong gini 'Ya mungkin bapak butuh atau apa?'. Saya bilang ini gila apa?" ujar Ahok di Balai Kota DKI, Rabu, 29 Juni 2016.

Ahok mengatakan, hal itu menjadi salah satu penyebab dia sempat memberikan amanat dengan nada penuh amarah saat pelantikan pejabat besar-besaran perdana Pemerintah Provinsi DKI pada 8 Januari 2016.

Ahok meminta tidak hanya pejabat Dinas Perumahan namun semua pejabat instansi Pemerintah Provinsi DKI yang merasa pernah mendapat gratifikasi, segera melakukan pengembalian ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sanksi keras yang dilayangkan bisa berupa pemecatan dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tidak hanya pemecatan, juga dari posisi sebagai pejabat, menanti mereka yang bandel dan tidak melakukan pengembalian.

"Saya langsung panggil. (Lalu) bilang, 'kalian mesti setor ini' (uang gratifikasi ke KPK)," ujar Ahok.

Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta membeli lahan seluas 4,6 hektare di Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, pada bulan November 2015. Dalam pembelian itu, mereka menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2015 sebesar Rp648 miliar.

Dinas Perumahan melakukan pembelian dari seorang warga bernama Toeti Nizlar Soekarno. Toeti menawarkan lahan dengan memperlihatkan Sertifikat Hak Milik (SHM). Lahan rencananya akan digunakan sebagai lokasi untuk membangun rumah susun sederhana sewa (rusunawa).

Status kepemilikan tanah di Cengkareng itu menjadi masalah setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan lahan yang dimiliki Dinas Kelautan tersebut dibeli Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI Jakarta menggunakan APBD.