KNTI Serahkan 80 Bukti Kerusakan Lingkungan Akibat Reklamasi

Kondisi pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta.
Sumber :
  • Danar Dono

VIVA.co.id – Sidang gugatan terhadap Pemerintah Provinsi DKI, terkait reklamasi pulau  F, I dan K kembali dilanjutkan. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), dan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta sebagai penggugat, mendatangi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Martin Hadiwinata, kuasa hukum KNTI mengatakan, saat ini agenda persidangan, yakni pembuktian secara tertulis dampak kerusakan lingkungan, akibat adanya proyek reklamasi itu.

"Kami hari ini sidang gugatan izin reklamasi Pulau F, I, dan K. Dan saat ini agenda pembuktian tertulis. Kami total sudah mengajukan 80 alat bukti tertulis dan tadi kami mengajukan bukti-bukti,”  kata Martin di PTUN Jakarta, Kamis 23 Juni 2016

Bukti itu menunjukkan kerusakan lingkungan yang akan terjadi akibat proyek reklamasi, mulai dari kematian ikan, pembusukan alami di perairan teluk Jakarta yang menyebabkan teluk Jakarta akan semakin hancur akibat  bencana ekologis.

Menurut Martin, setelah putusan Pulau G selama proses itu, ternyata ada tindak pidana korupsi yang dilakukan salah satu pihak dalam perkara gugatan ini, dan salah satu direktur utamanya ternyata salah satu yang diduga melakukan tindak pidana korupsi.

Selain itu, pihaknya juga menerima banyak sekali tambahan alat bukti, di antaranya temuan-temuan yang didapatkan dari Kementerian Lingkungan Hidup.

"Kami juga berencana akan memasukkan bukti penghentian sementara moratorium proyek reklamasi," katanya.

Martin menjelaskan, isi  gugatannya pertama pihaknya, mengembangkan temuan yang dari pulau G yang ternyata relatif sama semuanya dimulai dari izin lingkungan yang tidak pernah diterbitkan oleh pihak gubernur dan pengembang.

Masyarakat tidak pernah mengetahui, kemudian perencanaan pun tidak ada yang sesuai dengan peraturan yang ada.

"Mereka juga tidak menempatkan Undang-undang pesisir sebagai pertimbangan terbitnya izin reklamasi, kemudian tidak ada Perda rencana zonasi juga kemudian yang paling harus dipahami adalah berbagai temuan menyusul belakangan ini membuktikan bahwa banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan Pemprov dan pihak-pihak pengembang," katanya

Salah satu yang kami temukan, lanjut Martin, proses Analisa Dampak Lingkungan. Amdal ini tidak partisipatif, kemudian Amdal ini tidak melakukan penilaian keseluruhan dampak lingkungan yang akan terjadi akibat reklamasi, kemudian tidak melakukan proses Amdal yang sifatnya regional.

"Ketentuan yang mendasar adalah tidak adanya kajian lingkungan hidup yang strategis jadi pertimbangan utama reklamasi dilanjutkan atau tidak," katanya.

Martin menegaskan, informasi tentang kajian lingkungan hidup, juga tidak dilakukan dengan benar. Sehingga informasi yang didapatkan itu harus diulangi dari awal kajian lingkungan hidup.

"Ini masih dalam proses pemeriksaan alat bukti dan kita masih dalam berjalan prosesnya belum ada keputusan agenda selanjutnya kita masih dalam tahap pembuktian minggu depan, Rabu 29 mungkin setelah ini akan ada pemeriksaan saksi," ujarnya.