Pengamat: Popularitas Bukan Acuan Menang Pilkada

Mengukur peluang menantang Ahok.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Pengamat pemilihan umum (pemilu), Said Salahudin menilai tingginya elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alis Ahok tidak menjaminnya menang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017.

"Soal popularitas dan memang sudah terbukti dari beberapa Pilkada, popularitas tidak menjadi acuan," kata Said dalam rilisnya di Jakarta, Minggu, 19 Juni 2016.

Menurut dia, petahana atau pemegang suatu jabatan politik yang sedang menjabat memang tingkat popularitasnya biasanya lebih tinggi dibanding calon lainnya. Sementara tingkat kesukaan Ahok dan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil tipis, hanya beda 1,2 persen dan ketiga Yusuf Mansyur, beda 2 persen terhadap Ahok.

Munculnya nama Ridwan Kamil yang sudah menyatakan tidak akan maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta, menurutnya, tidak berpengaruh atas kesukaan warga Jakarta yang ingin dipimpin Ridwan Kamil.

"Walaupun RK (Ridwam Kamil) sudah bilang tidak (mencalonkan Gubernur DKI Jakarta), tapi kita mengacu ke Jokowi (Joko Widodo), yang dulu bilang tidak, tapi jadi presiden juga," ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Sekretaris Jenderal PKB, Daniel Johan. Menurutnya, meskipun di beberapa lembaga survei menunjukkan bahwa elektabilitas Ahok masih tinggi tetapi posisinya juga masih rawan.

"Lihat dahulu Pilgub 2012. Dahulu Foke (Fauzi Bowo) elektabilitasnya tinggi hampir 49 persen dan Jokowi-Ahok 14 persen, kalau incumbent memang lebih besar biasanya dalam elektabilitas," kata Daniel.

Mengenai Ahok yang akan mencalonkan diri melalui jalur independen, Daniel menghargai dan secara personal mendukung.

"Tapi jelas Pak Ahok tidak masuk dalam kandidat PKB karena tidak mendaftar. Kita menghargai Ahok maju sebagai independen dan secara pribadi, saya terus mendorong dan agar tidak mengecewakan Teman Ahok," ucapnya.