Ahok Akan Pecat Ketua RT dan RW yang Tak Laporan di Qlue

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
Sumber :

VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, menyarankan Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di Jakarta yang enggan menjalankan perintahnya, melakukan pelaporan terkait kondisi wilayah lewat aplikasi Jakarta Smart City 'QLUE', untuk mengundurkan diri dari jabatannya.

Ketua RT dan Ketua RW seperti itu, menurut Ahok adalah, sebagai warga yang tidak masuk ke kriteria untuk menjadi Ketua RT dan Ketua RW, yaitu memiliki hati untuk menjadi pemerhati wilayah.

Ahok mengatakan, mereka tidak mau menjalankan perannya sebagai orang yang bertanggungjawab, mengawasi kondisi lingkungan tempat tinggalnya kepada Pemerintah Provinsi DKI.

"Kalau Anda enggak suka, ya berhenti saja jadi (Ketua) RT," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Kamis, 26 Mei 2016.

Ahok mengatakan, laporan diperlukan sebagai dasar bagi dirinya untuk mengevaluasi kinerja bawahannya sendiri. Pejabat wilayah atau pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), yang tidak responsif terhadap laporan yang dibuat Ketua RT dan Ketua RW terancam ia copot dari jabatannya.

Lagipula, diselesaikannya aduan dalam laporan, misalnya terkait adanya tumpukan sampah, akan menguntungkan warga di wilayah itu. Dengan demikian, Ketua RT dan Ketua RW telah menjalankan perannya sebagai warga yang dipercaya untuk menjadi perantara kepada pemerintah.

"Kamu (warga) kenapa jadi Ketua RT, Ketua RW? Karena kamu (seharusnya) punya hati mengurus lingkungan Anda," ujar Ahok.

Ahok juga mengatakan, diterapkannya kewajiban yang diatur Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 903/2016 Tentang Pemberian Uang Penyelenggaraan Tugas dan Fungsi RT/RW merupakan bentuk insentif dari pemerintah.

Setelah pemerintah membentuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Ketua RT dan Ketua RW tidak lagi dibebani tugas mengurus perizinan sederhana seperti surat rujukan untuk pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) hingga surat pengantar untuk warga yang hendak berpindah tempat tinggal.

"Kan semua (kewenangan Ketua RT dan Ketua RW memberi izin) saya coret, sudah. Sekarang semua izin di PTSP," ujar Ahok.

Adanya kewajiban melakukan pelaporan lewat QLUE membuat fungsi Ketua RT dan Ketua RW sebagai pengawas wilayah benar-benar terwujud. Sementara, penghasilan tak resmi yang biasa mereka dapat sebagai tanda terima kasih warga atas diurusnya perizinan sederhana diganti oleh insentif dari pelaksanaan kewajiban membuat pelaporan.

Diatur SK, nilai insentif itu adalah Rp10.000 untuk Ketua RT dan Rp12.500 untuk Ketua RW untuk setiap laporan yang harus dikirim sebanyak tiga kali setiap hari. Bila diakumulasikan, Ketua RT akan mendapat total insentif Rp975.000 per bulan, sementara Ketua RW Rp1.200.000 per bulan.

"Itu kan cara kita supaya Anda dapat penghasilan. Makanya saya keluarkan Kepgub. Kalau Ketua RT, Ketua RW enggak mau urusin warganya, kalau cuma malakin (meminta paksa) doang tanda kutip, atau cuma mau jual lapak doang (kembali ke kondisi lama), keluarin saja, berhentiin. Enggak usah jadi Ketua RT, Ketua RW. Sederhana toh?," ujar Ahok.

Sebelumnya diberitakan, puluhan Ketua RT dan Ketua RW di Jakarta memprotes diterapkannya kewajiban membuat pelaporan secara berkala lewat aplikasi QLUE, ke Komisi A DPRD DKI. Mereka menganggap diterapkannya kewajiban membebani mereka. Ketua RT dan Ketua RW mendesak DPRD bisa membuat Ahok mencabut kewajiban itu.