Praktik Aborsi di Bekasi Pakai Obat Nyeri dan Cocor Bebek
- VIVA.co.id/ Danar Dono
VIVA.co.id – Kapolresta Bekasi Kota, Komisaris Besar Heri Sumarji mengatakan, berdasarkan penyelidikan sementara, praktik aborsi di Bekasi Medical Centre di Jalan Ir. H. Juanda, Duren Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi, (Depan Hotel Merdeka), kerap menggunakan obat penghilang anti nyeri.
"Obat nyeri itu selalu digunakan dalam proses aborsinya, dan alasan dari keterangan saksi, obat itu digunakan agar pasien tidak merasakan sakit saat janin di perutnya dipaksakan keluar oleh pelaku," kata Heri, Kamis, 28 April 2016.
Menurut Heri, obat nyeri itu digunakan dengan cara dimasukkan ke dalam anus. Kemudian setelah itu, asisten dokter menyiapkan selang untuk dipasang ke kemaluan pasien dengan maksud menyedot janin.
"Jadi obat ini untuk mempermudah selang itu masuk ke kemaluan pasien. Dan setelah itu, pelaku memakai alat sejenis cocor bebek untuk mengeluarkan bayinya," ujarnya menjelaskan.
Selanjutnya, kata Heri, setelah proses itu selesai, salah satu karyawan yang membantu praktik aborsi itu, langsung membawa janin hasil aborsi untuk dibuang di lubang wc.
Lebih lanjut, diakui Heri, berdasarkan keterangan saksi-saksi dan tersangka yang sudah diamankan, proses praktik aborsi, dilakukan selama 10-15 menit dengan biaya Rp3 juta.
Dari keuntungan biaya praktik aborsi itu, Heri mengungkapkan, para asisten dokter yang diamankan ini biasanya, memperoleh upah sebesar 10 persen dari biaya tersebut.
"Satu orang asisten dapat Rp300.000. Untuk sekali aborsi, biasanya pelaku ditemani 2-3 asisten," ujar Heri.
Terkait kasus ini, diketahui polisi sudah mengamankan lima tersangka berinisial YS, MRYN, NM, KRTN dan MMN. Dan untuk barang bukti, polisi mengamankan, sejumlah alat kesehatan. Seperti tabung oksigen beserta selangnya, tempat tidur, alat penyedot, kursi, obat-obatan, kipas angin, bantal dan selimut.
Adapun dalang dari klinik ini adalah, dr. Jabat dan dr. ALD masih diburu polisi. "Kedua pelaku ini sudah melarikan diri saat petugas menggerebek lokasinya.”
Akibat perbuatannya para tersangka bakal terancam pasal 194 UURI no 36 tahun 2009 tentang kesehatan dan atau pasal 77A UU nomor 35 tahun 2004 tentang perlindungan anak, dan pasal 78 UURI no 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran, dengan ancaman 10 tahun penjara.
(mus)