12 Jam Diperiksa KPK, Ahok Tampak Kelelahan

Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama usai menjalani pemeriksaann KPK
Sumber :
  • VIVA.co.id/Bayu Nugraha

VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok telah diperiksa selama 12 jam oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ahok diperiksa terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras.

Ahok yang datang sekitar pukul 09.05 WIB hingga pukul 21.25 WIB, nampak tak seperti biasanya. Saat keluar dari Gedung KPK, Awak media yang sedari menunggu sudah mempersiapkan pertanyaan kepada mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, saat era Joko Widodo. Pria yang biasa berapi-api saat diwawancara awak media tampak  lemas, seperti kelelahan.

Ahok yang malam itu mengenakan batik berwarna cokelat tersebut pun hanya meladeni beberapa pertanyaan awak media yang sudah menunggunya keluar dari ruang pemeriksaan. Ahok mengaku dicecar lebih dari 50 pertanyaan oleh tim penyelidik KPK, saat diperiksa.

"Ngecek yang ulang-ulang pokoknya, semua ada pertanyaan total 50, macam-macam," kata Ahok di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa 12 April 2016.

Mari kita simak penjelasannya. Menurut Ahok, lahan yayasan Sumber Waras yang dibeli Pemprov DKI bukanlah lahan sengketa. Soal besaran NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), Ahok mengaku ada tim tekhnik yang melakukan perhitungan.

Mantan Bupati Belitung Timur tersebut juga mengaku hanya menandatangani penetepan dan bukan menghitung NJOP tersebut. "Dia (penyidik) tanya juga, penjelasannya itu kan dihitung dari tim teknik. Kami hanya tanda tangan penetapan," ujar Ahok.

Mengenai NJOP yang harus ditentukan oleh Kepala Daerah, Ahok pun menyebut pihak BPK tidak perlu memintai keterangan Presiden Jokowi yang pada saat pembelian menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. "Tidak perlu, enggak ada hubungan," ucapnya.

Pada intinya Ahok mengklaim proses pembelian lahan RS Sumber Waras dilakukan dengan mekanisme yang benar dan transparan. Pembayaran pun dilakukan dengan mekanisme tunai. "Pembelian tanah itu terang dan tunai. Kalau dibalikkan harus dijual balik, kalau jual balik mau enggak Sumber Waras beli harga baru? Kalau pakai harga lama kerugian negara, itu saja," ujarnya.

Ahok kembali menuduh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah bertindak tendensius dalam hasil audit investigasi terkait dugaan korupsi dalam pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI.

Dalam hasil audit yang telah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), BPK meminta Pemerintah Provinsi DKI melakukan pembatalan terhadap transaksi pembelian dengan cara menjual kembali lahan.

Padahal, penjualan kembali tidak mungkin dilakukan. Yayasan Sumber Waras tidak akan mau membeli balik berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) yang berlaku pada tahun 2016.

"Yang pasti saya bilang, BPK ada menyembunyikan data kebenaran. BPK minta kita melakukan sesuatu yang enggak bisa kita lakukan. Dia suruh kita batalkan transaksi pembelian (sebagian lahan) rumah sakit. Mana bisa?," ujar Ahok.

Usai meladeni beberapa pertanyaan terkait kasus RS Sumber Waras, Ahok langsung masuk kedalam mobil dinasnya. Ahok keluar bersama Kepala Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah), Tuty Kusumawati yang diperiksa terkait kasus dugaan suap raperda reklamasi atas tersangka Anggota DPRD DKI M. Sanusi.

***

Sebelumnya, pembelian 3,64 hektare lahan di sekitar Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI dipermasalahkan pertama kali oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam hasil audit yang tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI tahun 2014.

BPK menjadikan kegiatan pembelian lahan dengan total anggaran Rp755,6 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) DKI tahun 2014 sebagai temuan. Perhitungan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tanah yang digunakan pemerintah, Rp20,7 juta per meter persegi, dianggap tidak tepat. BPK menyatakan keuangan daerah dirugikan Rp191,3 miliar atas hal tersebut.

DPRD DKI, membentuk panitia khusus (pansus) untuk menindaklanjuti temuan. Pansus yang juga melakukan penyelidikan secara independen, menyatakan Pemerintah Provinsi DKI juga bersalah. Pansus kemudian menyerahkan hasil penyelidikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada tanggal 20 Agustus 2015, seorang anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Budget Metropolitan Watch (BMW) bernama Amir Hamzah, melakukan pelaporan terhadap dugaan korupsi yang dilakukan Ahok terkait pembelian lahan ke KPK.

KPK menindaklanjuti laporan dengan meminta BPK melakukan audit investigasi. BPK memanggil sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi DKI untuk dimintai keterangan. Ahok sendiri diperiksa pada tanggal 23 November 2015.

KPK menegaskan bahwa proses penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RS Sumber Waras masih terus dilakukan. Bahkan, sudah lebih dari 30 orang yang diminta keterangannya terkait kasus ini, baik dari pihak Pemprov maupun dari pihak swasta.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, sebelumnya menyebut untuk menaikan status kasus tersebut ke tahap penyidikan masih memerlukan proses. Salah satunya, adalah menelisik apakah ada niat jahat di dalamnya.

"Kalau mau naikin ke penyidikan, harus yakin dalam kejadian itu harus ada niat jahat, bukan semata-mata pelanggaran prosedur, kalau tidak ada niat untuk melakukan tindakan jahat akan susah juga, itu yang akan kami gali selama tahap penyelidikan," kata Alex, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 29 Maret 2016.

Alex tidak menampik jika hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi salah satu bahan dalam melakukan penyelidikan. Namun, dia menyebut, bahwa hasil audit tersebut masih perlu dikonfirmasi dengan keterangan sejumlah pihak lain.

Diketahui, BPK sebelumnya telah mengungkapkan adanya penyimpangan dalam pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras. BPK menyebut ada enam penyimpangan yang ditemukan dari hasil audit investigatif.

"Terdapat enam penyimpangan, antara lain perencanaan, penganggaran, pembentukan tim pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras, pembentukan harga, dan penyerahan hasil," kata Anggota III BPK RI, Eddy Mulyadi Supardi.

Menurut Eddy, penyimpangan yang terjadi dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras merupakan masih dalam satu siklus. Namun, dia enggan berkomentar lebih jauh. Menurut dia, pendalaman lebih lanjut akan dilakukan oleh pihak KPK.

"Menyimpang itu satu siklus, proses awal sampai akhir terhadap pengadaaan lahan. Secara detail KPK, akan dalami," ujarnya.

Eddy mengatakan, bahwa audit investigatif yang dilakukan oleh BPK merupakan permintaan dari KPK. Menurut dia, hasil audit tersebut kini telah diserahkan kepada pihak KPK. Terkait substansi dan kesimpulan hasil pemeriksaan, termasuk dugaan kerugian negara menurut Eddy, saat ini merupakan ranah KPK. (asp)