Pemicu Anggota Polisi Tega Ajak Teman Habisi Nyawa Istri
Rabu, 30 Maret 2016 - 03:03 WIB
Sumber :
- VIVA.co.id/ Zahrul Darmawan
VIVA.co.id - Ratnita Handriani (37 tahun) ditemukan tewas di atas ranjang di rumahnya di Kecamatan Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat. Ironisnya, Ratnita dibunuh oleh suaminya sendiri yang tak lain adalah Bripka Triono, anggota Pengaman Objek Vital Polresta Depok dan temannya.
Hal ini membuat publik terkejut dan tak menyangka seorang penegak hukum justru malah melanggar hukum dan melakukan hal keji semacam itu.
Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar mengatakan, hal tersebut dapat terjadi karena ada kelemahan dalam pembinaan mental anggota di jajaran kepolisian, khususnya di jajaran terdepan seperti polsek dan polres.
Menurut Bambang lemahnya pembinaan mental anggota di jajaran tersebut, mengakibatkan personel polisi melakukan tindakan pelanggaran hukum.
"Kejadian ini menunjukkan pembinaan mental di tingkat polres dan polsek cenderung lemah. Padahal di sana kadang terlalu berat beban pekerjaannya," kata Bambang saat dihubungi VIVA.co.id, Selasa 29 Maret 2016
Baca Juga :
Bambang mengatakan, pembinaan mental yang bisa dilakukan bisa berupa nasihat rutin atau pengarahan yang bisa dilakukan oleh pemuka agama sampai pimpinan polisi setempat.
"Jika pembinaan mental semacam ini lemah, didorong beban pekerjaan yang berat, ini bisa berbalik menyerang masalah mental anggota," katanya.
Bambang menuturkan, polisi yang dekat dengan kriminalitas bisa bisa tertular jika mentalnya lemah. "Pemeriksaan dan pembinaan mental yang kurang akibatnya berani mengambil langkah drastis. Pimpinan harusnya perhatikan, jangan sampai semua berjalan sendiri-sendiri karena disiplin yang lemah," kata Bambang.
Bambang juga mengatakan, profesi polisi adalah pekerjaan yang dilakukan orang-orang pilihan yang mempunyai karakter tinggi dan sudah terseleksi. Jadi tak ada satupun alasan yang mewajarkan polisi melakukan hal itu, termasuk juga dengan adanya anggapan polisi juga manusia.
"Yang jadi polisi itu orang yang punya karakter tinggi. Jika tidak, berarti ada masalah dong di proses rekrutmennya, tapi memang kita dengar cara main belakang (masuk polisi) masih kita dengar," ucapnya.
Untuk mengatasi hal serupa kembali terulang, Bambang mengatakan, perlu ada konseling dan psikotes berkala bagi anggota polisi. Tidak hanya saat seleksi masuk saja psikotes dilakukan kepada anggota. Karena perkembangan mental menurutnya perlu tetap dipantau.
"Perlu ada maintenance kejiwaannya, tidak hanya briefing oleh misalnya Pak Kiai saja, tapi ada konseling yang dilakukan. Jadi bisa tahu kondisi anggotanya gimana. Meskipun itu tidak murah. Jadi nanti kalau sudah ditemukan ada masalah karena pekerjaannya, cepat-cepat dipindahkan dulu ke pekerjaan yang lebih tenang," katanya.
Baca juga: