Perjuangan Nenek Bongkar Pos Keamanan yang Tutup Akses Rumah

Sri Hari Suwardani di depan rumah yang dibangun pos keamanan.
Sumber :
  • Hary Fauzan

VIVA.co.id – Masih ingat kasus penembokan rumah di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan beberapa waktu lalu, yang dilakukan oleh warga setempat. Kali ini kasus tersebut menimpa seorang nenek di Bekasi.

Wanita itu bernama Sri Hari Suwardi, berusia 61 tahun. Dia tinggal di rumah seorang diri, berjuang mendapatkan haknya untuk hidup nyaman dan aman sebagai warga negara.

Sri berjuang mendapatkan hak penolakan terhadap pembangunan pos keamanan 'One Gate' yang dibangun di depan rumahnya, di perumahan Setia Bina Sarana Blok AB-2 no 6 RT4/7, Harapan Jaya, Bekasi Utara, Kota Bekasi, yang mulai dibangun pada 14 Januari 2016 lalu.

Bentuk penolakan itu pun dilakukan olehnya dengan cara membangun gerbang baru rumahnya untuk akses keluar-masuk mobilnya. Itupun dianggap menjadi haknya sebagai pemilik rumah, meskipun telah memiliki gerbang lainnya yang sudah lama ada.

Hal ini dilakukan dalam rangka menolak adanya bangunan, sehingga dibangun bersamaan dengan dibuatnya pondasi pos keamanan tersebut. Kini pos yang rencananya dibuat dalam rangka program pemerintah yang dikerjakan perangkat RW setempat, terhenti.

Sementara itu, pagar baru milik Sri Hari pun telah jadi. Namun, pagar itu belum difungsikan karena tertutup bangunan pos 'One Gate' tersebut. Ditemui di rumahnya, janda beranak dua itu mengaku terganggu dengan adanya pembangunan pos tersebut.

Menurutnya, pos itu menutupi pandangannya dari dalam untuk melihat suasana di luar rumahnya dan merasa dirinya terganggu dari segi kenyamanan dan keamanan.

"Belum jadi saja, tiap malam saya sudah terganggu, Mas. Orang-orang pada nongkrong di sana sampai larut malam sambil teriak-teriak, gimana kalau sudah jadi," ujar Sri pada VIVA.co.id, Jumat, 18 Maret 2016.

Kata Sri Hari, yang paling membuatnya tak setuju dan merasa curiga adanya praktik yang dilakukan makelar proyek dalam membangun pos tersebut itu. Sepengetahuannya, Ketua RW tempat tinggalnya merupakan tokoh yang diduga kerap mengambil proyek pemerintah. Bahkan, dia juga kerap memasukkan orang jadi pegawai negeri.

"Ini bisa dicek kebenarannya. Dan terbukti, sekarang ini pengaduan saya terhadap pembangunan pos itu tak ada yang berani membantu saya. Sampai ke wali kota pun tak berani, saya curiga oknum RW itu pegang kartu pemerintah Kota Bekasi," ujar Sri.

Nenek ini curiga, setelah dirinya menjalani semua proses aduan. Di antaranya, dari tingkat lurah, camat, kepolisian, dinas dan sampai ke wali kota melalui staf ahlinya, serta wasdal, tak ada satupun yang berani bertindak.

"Saya sudah ke mana-mana, Mas, mereka sendiri sudah cek ke lokasi tapi apa?. Sampai sekarang belum ada yang berani bongkar. Ironisnya, saya dapat jawaban dari staf ahli wali kota kalau bangunan itu sudah sesuai peraturan Perwal. Kalau begitu, UU berarti ada di bawah Perwal," kata dia.

Sri menegaskan akan pertaruhkan nyawanya demi mendapatkan keadilan dan haknya agar pos itu dibongkar. Jika di tingkat daerah ini tak ada yang mampu, dia pun akan menjalankan proses aduan ini sampai ke Presiden Joko Widodo.

"Saya sudah kirim surat ke Komnas HAM juga, tinggal tunggu jawaban dan kalau belum ada tanggapi juga, saya akan adukan kasus saya ke Presiden. Pokoknya sampai mati saya akan berjuang," ujar Sri.

Sri mengaku, dalam memperjuangkan haknya, dibantu oleh dua orang anaknya yang semuanya sudah berkeluarga. Keduanya membantu dalam menjalankan segala proses birokrasi agar haknya mendapatkan keadilan dapat terpenuhi, sehingga pos itu bisa dibongkar.

"Anak-anak saya semuanya aktivis, almarhum suami saya juga dulu. Jadi, saya sedikit banyak paham. Saya pun dibantu anak yang membuatkan tahapan-tahapan yang mau saya peroleh.  Konsepnya anak saya, saya menjalankan mas," ucap dia. (ase)