Kasihan Pada Sopir Taksi, Ahok Akan Jebak Uber dan Grab

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bersama Tito Karnavian saat menjabat Kapolda Metro Jaya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan tindakan penjebakkan sebagai cara terbaik menangani keberadaan layanan transportasi yang dianggap ilegal dan meresahkan pengusaha layanan transportasi lain. Layanan transportasi yang dianggap meresahkan contohnya adalah Uber.

Ahok, sapaan akrab Basuki mengatakan, meski telah diberi peringatan berkali-kali, Uber tak kunjung patuh pada regulasi dengan membuat armadanya menggunakan pelat nomor kuning yang menandakan sebagai angkutan umum.

Akibatnya, pemerintah tak bisa dengan mudah mengidentifikasinya. Tindakan penjebakkan akan membuat pemerintah bisa membuktikan bahwa Uber mengoperasikan layanan transportasi tak berizin, kemudian menindaknya.

"Harusnya (Uber) kita jebak. Mungkin ke depan akan mulai kita jebak, kita kandangin," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Senin, 14 Maret 2016.

Ahok mengatakan, pemerintah tidak melarang Uber beroperasi di Jakarta. Perkembangan zaman memang memungkinkan layanan transportasi berbasis aplikasi seperti Uber bisa menjadi ada.

Hanya saja, meski tidak menggunakan metode konvensional untuk mengoperasikan layanannya, Uber tetap harus memenuhi peraturan terkait layanan transportasi. Peraturan itu antara lain memakai pelat kuning untuk setiap armadanya. Sehingga, pajak yang dibayarkan jelas masuk ke kas pemerintah.

Hal tersebut juga akan membuat Uber jelas bersaing dengan layanan transportasi lain, bukan malah mematikan.

"Kalau enggak ikut aturan, kasihan sopir taksi penghasilannya jadi berkurang. Kalau seperti ini kamu kan kayak orang nyambi," ujar Ahok.

Sebagai informasi, ratusan sopir taksi dan angkutan umum lain yang tergabung dalam Persatuan Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) saat ini tengah melakukan aksi unjuk rasa di depan Balai Kota DKI.

Mereka memprotes layanan transportasi berbasis aplikasi, seperti Uber, yang terus beroperasi. Keberadaan layanan transportasi seperti itu dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.