IPW Kritik Sistem Rekrutmen Polri
- ANTARA/R. Rekotomo
VIVA.co.id – Kasus penembakan polisi kembali terjadi. Anggota kepolisian dari Satuan Brigade Mobil (Brimob) Datasemen D, Brigadir A (28) menembak mati istrinya, AN (26), Sabtu 12 Maret 2016 dinihari tadi.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane, mengungkapkan adanya kelemahan dalam proses rekrutmen di Polri dalam 5 tahun terakhir. Hal ini yang menyebabkan anggota polisi cenderung lebih mudah melakukan tindak pidana.
Dari data yang dimiliki IPW, setidaknya kasus kekerasan oknum polisi yang dilandasi tekanan emosional, mulai marak dalam 5 tahun terakhir.
"Ini baru berkembang 5 tahun terakhir, dan sebagain besar masalah cemburu. Ada suami curiga istri, istri curiga pada suami kemudian minta cerai, biasa itu spontanitas," ujar Neta dalam perbincangan dengan tvOne, Sabtu 12 Maret 2016.
Dia menilai, tindakan kekerasan ini umumnya terjadi karena mereka mengalami stres. Hal ini dipicu masalah pribadi, faktor ekonomi dan terakhir karena tuntutan kerja yang dibebankan atasan pada mereka.
"Tapi, ujung masalah itu adalah buruknya sistem tes psikologi di kepolisian. Di tes psikologi itu tidak maksimal," ungkapnya.
Neta kemudian mengungkap data lainnya. Dari semua kasus kekerasan yang melibatkan aparat polisi, semuanya dilakukan polisi berpangkat rendah. Tidak ada polisi lulusan Akademi Polisi (Akpol) yang tercatat melakukan kekerasan.
"Ini menunjukkan sistem tes di Akpol lebih baik," katanya.
Neta pun meminta agar kepolisian secara rutin memeriksakan psikologi aparatnya setiap enam bulan sekali, sehingga aksi kekerasan polisi bisa diminimalisasi.