Keluarga Allya Minta Autopsi Dilakukan dengan Cara Muslim
Kamis, 14 Januari 2016 - 01:18 WIB
Sumber :
- IST
VIVA.co.id - Dokter spesialis forensik dari Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Bidokkes) Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Wahyu mengatakan, dalam proses autopsi Allya Siska Nadya (33), keluarga dinilai sangat kooperatif.
"Keluarga sangat kooperatif," ujar Wahyu, yang memimpin proses pembongkaran makam dan autopsi jenazah Allya di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Rabu 13 Januari 2016.
Baca Juga :
"Keluarga sangat kooperatif," ujar Wahyu, yang memimpin proses pembongkaran makam dan autopsi jenazah Allya di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Rabu 13 Januari 2016.
Dia juga menuturkan, dalam proses autopsi, pihak kepolisian mengakomodir permintaan keluarga, mulai dari dengan cara-cara Muslim, dihormati, ditangani dokter perempuan, tidak terlalu diekspose. "Dan, tadi mereka mengatakan terima kasih karena sudah dibantu," katanya.
Dokter dengan memakai hijab ini juga menjelaskan, proses saat autopsi berlangsung. "Pada dasarnya kita melakukan kegiatan autopsi sesuai dengan propam, atau SOP (Standar Operasional Prosedur) yang sudah ada di setiap autopsi di seluruh dunia, sehingga kita melakukan autopsi itu bukan melakukan sesuatu yang enggak perlu," jelasnya.
Dalam proses autopsi, dia juga mengakomodir kebutuhan spiritual agama, seperti lakukan doa dulu sebelum mulai, koordinasi bagaimana nanti pelaksanaannya, bagaimana pelayanannya tenda administari, dan pengamanan.
"Setelah itu semua selesai, lalu minta izin tertulis dari keluarga. Izin tertulis sebenarnya tidak mutlak, karena menurut UU (undang-undang) pasal 30 KUHAP bahwa penyidik wajib memang memberi tahu keluarga mengenai pentingnya pelaksanaan autopsi. Jika keluarga menolak, penyidik wajib memberi pelaksanaan pentingnya dan jika sampai dua hari tidak ada jawaban, penyidik berhak melaksanakan kegiatan autopsi tanpa persetujuan dari keluarga," katanya.
Namun, di era demokrasi di Indonesia, katanya, tentu akan menjadi masalah jika polisi serta merta melakukan autopsi tanpa izin keluarga, sehingga mohon pengertian bahwa polisi melakukan itu memang perlu tanpa autopsi tidak bisa diungkap.
"Seperti kasus ini misalnya, bagaimana bisa menghubungkan antara praktek dari Chiro yang menyebabkan kematian Allya, tanpa diperiksa Allya-nya. Karena itu, kasus ini agak lama karena izin itu. Akhirnya, keluarga setuju," ucapnya.
Sebelumnya, Allya Siska Nadia diduga tewas usai menjalani terapi di Chiropratic First. Pondok Indah Mall (PIM) 1. Saat itu, korban ditangani oleh seorang dokter bernama Dr Randall Cafferty yang merupakan dokter asing dari Amerika Serikat.
Setelah melunasi biaya terapi sejumlah Rp17 juta, Allya menjalani terapi selama sehari dua kali. Pada 6 Agustus 2015 usai menjalani terapi, dirinya bukan sembuh tetapi merasa nyeri tidak tertahan di bagian lehernya hingga bengkak di leher dan mual serta muntah-muntah. Allya langsung dilarikan ke ICU Rumah Sakit Pondok Indah. Saat menjalani perawatan di RS Pondok Indah, nyawa Allya tak lagi tertolong pada 7 Agustus 2015.
Untuk mengetahui penyebab kematian Allya secara pasti, pihak kepolisian melakukan pembongkaran makam Allya dan mengautopsi di pemakaman pada Rabu 13 Januari 2016, mulai pukul 08.00-13.00 WIB. (asp)