Ahli Chiropractic Harus Dapat Izin Kementerian Kesehatan RI

Klinik Chiropractic First di Pondok Indah Mal, Jakarta Selatan
Sumber :
  • VIVA.co.id/Irwandi Arsyad
VIVA.co.id - Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Ortopedi Spine Indonesia, dr Didik Librianto, SpOT, menegaskan istilah chiro atau manipulasi tulang belakang tidak dikenal dalam pendidikan kedokteran ortopedi.

"Beda dengan fisio, yang diketahui pendidikannya dan diketahui keamanannya. Memang ada beberapa metode pengobatan dan tidak ada dalam bidang medis. Juga tidak berkaitan dengan bidang tulang belakang dan medis," kata dokter spesialis tulang belakang ini, di Restoran Laguna Istora Senayan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat 8 Januari 2016.

Hal itu dikemukakan Didik menanggapi kasus dugaan malapraktik terhadap Allya Siska Nadya (33), yang meninggal setelah menjalani terapi di klinik Chiropractic First, Pondok Indah Mal, Jakarta Selatan.

Menurut Didik, setiap kelainan di tulang belakang harus diperiksakan ke dokter yang memiliki kompetensi sehingga diketahui kondisi tubuh seseorang.

"Sebaiknya berobat dulu ke dokter tulang. Dicek apakah ada masalah atau tidak. Dokter akan memutuskan apakah bisa  dilakukan pengobatan tradisonal atau tidak. Kita enggak tahu dalamnya ada infeksi tulang rusak, tumor atau lainnya ada kelainan bentuk atau tidak," katanya.

Dia memberikan penjelasan lebih lanjut soal terapi yang bisa dilakukan bagi para penderita kelainan tulang belakang.

"Pasien bisa melakukan rontgen, CT Scan, MRI. Nanti dokter yang akan mengevaluasi hasilnya," kata Didik.

Lebih lanjut, Didik mengatakan, jika ada praktik kesehatan yang menggunakan seorang ahli terapis harus mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

"Chiro termasuk pengobatan tradisional. Jadi kalau ada (ahli terapis) asing, harus dapat izin dari kementerian. Saya tidak tahu apakah tenaga ahlinya dokter atau tidak," ujarnya.

Sebelumnya diwartakan, Allya meninggal diduga usai menjalani terapi di Chiropratic First, Agustus 2015. Allya mendatangi klinik itu lantaran ingin mengobati sakit di punggung kirinya.

Setelah melunasi biaya terapi sejumlah Rp17 juta, Allya menjalani terapi selama sehari dua kali. Pada 6 Agustus 2015, usai menjalani terapi, dia merasa nyeri tidak tertahan di bagian lehernya hingga bengkak di leher dan mual serta muntah-muntah. Allya, langsung dilarikan ke ICU Rumah Sakit (RS) Pondok Indah. Saat menjalani perawatan di RS itu, nyawa Allya tak tertolong.

(ren)