Kontras Ungkap Penanganan Kasus Dugaan Pencabulan di JIS
Kamis, 19 November 2015 - 18:50 WIB
Sumber :
- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id
- Beberapa kasus yang ditangani oleh polisi dianggap banyak yang dipaksakan atau dugaan kriminalisasi. Ini yang membuat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), sengaja mengumpulkan para ahli untuk membedah masalah yang sudah sering kali terjadi.
Kasus pidana yang menimpa masyarakat Jakarta yang menjadi sorotan KontraS, antara lain kasus hilangnya uang di ATM serta para petugas kebersihan dalam kasus JIS.
"Dugaan tindak kriminalisasi mudah terlihat dari proses penyelidikan yang cepat, tidak transparan dan cenderung dengan kekerasan," kata pakar hukum pidana Universitas Indonesia (UI), Ganjar L Bondan, di Museum Gedung Joang ‘45 di Jakarta, Kamis, 19 November 2015.
Ganjar mengatakan, tindak kriminalisasi dapat dilakukan oleh para penegak hukum mana saja dan kepada siapa saja. Salah satunya, bila para penegak hukum tidak bertujuan untuk mencari kebenaran materi dari suatu kasus.
"Proses hukum acara (penyelidikan dan penyidikan) merupakan bagian yang sangat penting dalam penegakan hukum, karena justru proses hukum acara itu bisa menunjukkan kepada kita apakah dasar untuk proses hukum itu benar atau tidak. Ini termasuk menjadi alat ukur untuk menemukan kebenaran substansi," kata dia.
Hal ini bisa terlihat dari kasus yang dialami enam orang petugas kebersihan PT ISS di Jakarta International School (JIS) yang dituduh melakukan kekerasan seksual terhadap murid sekolah TK pada tahun 2014 lalu.
"Dalam kasus JIS, betul telah terjadi proses hukum yang tidak prudent bahkan terjadi pelanggaran hukum yang serius. Sejak awal kasus, informasi ini sangat tertutup, karena itu patut dicurigai sejak awal tidak proper atau tidak prudent dalam proses penyelidikan," ucap dia.
Kasus tuduhan pelecehan seksual terhadap murid JIS, telah menyeret enam pekerja kebersihan JIS. Mereka adalah Azwar, Agun Iskandar, Zainal Abidin, Firgiawan Amin, Syahrial dan juga menyeret Afriska yang merupakan satu-satunya petugas perempuan.
Baca Juga :
Mereka, kata dia menjalani proses penyelidikan dengan kekerasan tanpa didampingi penasihat hukum.
Saat dalam tahanan Polda Metro Jaya, Azwar bahkan akhirnya meninggal dunia karena penyiksaan tersebut. Beruntung, Afriska yang sejak awal didampingi penasihat hukum tidak mengalami penyiksaan seperti kelima
rekannya.
Sementara menurut mantan Direktur LBH Jakarta, Febi Yonesta, dalam kasus JIS dan kasus yang terindikasi tindak kriminalisasi, para penegak hukum tidak berusaha mencari kebenaran meteriil.
Mereka mengabaikan semua fakta dan alat bukti yang ada. "Kasus ini sangat tinggi tuntutan publik yang menunggu pelakunya cepat ditemukan sehingga cenderung memaksakan seseorang menjadi tersangka. Untuk kasus JIS kelihatan sekali nuansa untuk mengejar pelaku, siapapun orangnya, apapun alasannya harus ada orang yang tertuduh sebagai pelaku," katanya.
Seperti diketahui, pada tahun 2014, kelima petugas kebersihan JIS ini harus menerima vonis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan selama 7-8 tahun.