Permukiman Kumuh, Keinginan Warga atau Minim Infrastruktur?

Revitalisasi Kawasan Kumuh Bandung
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Novrian Arbi
VIVA.co.id - Permukiman kumuh masih menjadi masalah akut yang terjadi di Ibu Kota DKI Jakarta. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah Rukun Warga (RW) kumuh di Jakarta pada 2013 mencapai 264 RW. 

Saat ini, di Jakarta Timur saja misalnya, ada sekitar 44 RW yang masuk dalam kategori kumuh dan yang terbanyak jumlah berada di Kecamatan Jatinegara.

Untuk menetapkan masuk dalam kategori kumuh ini ada beberapa kriteria yang digunakan. Antara lain, dilihat dari kepadatan penduduk, tata letak bangunan, ventilasi bangunan, saluran drainase, dan cara warga membuang sampah.

Asisten Kota Community Development dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dewi Salma menilai, minimnya kesadaran masyarakat dan komitmen dari aparat membuat permukiman kumuh di Ibu Kota menjadi permasalahan yang tak pernah selesai.

"Sebenarnya ini mindset warga juga mau tinggal di situ. Mereka merasa miskin, karena dengan begitu banyak bantuan yang diterima," ujar Dewi dalam Lokakarya Program Peningkatan Kualitas Permukiman (P2KP) di Jakarta, Rabu 30 September 2015.

Dewi melanjutkan, saat ini penataan permukiman kumuh identik dengan perbaikan infrastruktur. Menurut Dewi, masyarakat di dalamnya juga perlu dilibatkan sebagai subjek pembangunan.

"Seperti kader jumantik (juru pemantau jentik nyamuk) itu sebenarnya kan bisa dari masyarakat sendiri, tidak harus tiap Jumat mesti dari kelurahan yang mengecek," ujarnya singkat.

Selain itu, banyaknya warga yang menempati permukiman kumuh disebabkan luas lahan yang tak sebanding dengan padatnya penduduk di Jakarta. Warga terpaksa tinggal di permukiman kumuh lantaran lahan di Jakarta saat ini terhitung mahal.

Untuk mengubah mindset masyarakat agar lebih kritis pada kebersihan tempat tinggalnya, pihaknya melaksanakan Program Peningkatan Kualitas Permukiman (P2KP) dengan target 100-0-100. Ia menjelaskan target ini adalah 100 persen akses air minum bagi warga, mengurangi kawasan kumuh hingga 0 persen, dan 100 persen akses sanitasi bagi warga.

"Program ini dilaksanakan dengan mengumpulkan aspirasi masyarakat, model bottom up jadi tidak hanya dari pemerintah tapi warga juga bisa menentukan penataan permukiman yang diinginkan."

(mus)