Pengerjaan Sodetan Ciliwung di Bidara Cina Molor

Persiapan Pemasangan Turap Kali Ciliwung di Kampung Pulo
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Pengerjaan proyek sodetan Kali Ciliwung molor dari rencana awal. Seharusnya dimulai pada September, namun ditunda hingga November 2015. Proyek itu terkendala masalah pembebasan lahan.

Sofian Taher, Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Jakarta Timur, telah menyosialisasikan keterlambatan pengerjaan proyek itu kepada warga.

"Kemungkinan pertengahan atau awal November, proyek itu harus sudah mulai dari inletnya. Suka atau tidak suka, proyek ini harus dilaksanakan," kata Sofian, kepada warga dalam sosialisasi di Kecamatan Jatinegara, Rabu sore, 16 September 2015

Sofian juga menjelaskan, bagi warga yang memiliki sertifikat, dapat melaporkan kepada kelurahan. Pemerintah akan mengganti kerugian kepada warga yang memiliki surat sah atas lahan setempat.

Tetapi, Sofian juga mengingatkan, sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, warga yang tidak memiliki surat atau yang menempati lahan negara, tidak akan diberikan penggantian. Sebab, dalam undang-undang itu disebutkan bahwa tanah negara atau aset BUMN tidak boleh diganti rugi.

"Setiap kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum bagi masyarakat yang terkena, tidak akan diganti rugi tapi akan direlokasi di rusun," katanya.

Warga juga diminta memahami hal itu. Sebenarnya, pemerintah kota berkeinginan mengganti rugi. "Tetapi, undang-undang melarang hal itu," ujarnya.

Pejabat Pembuat Komitmen Sungai dan Pantai Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), Fikri, mengatakan bahwa ada 47 bidang lahan di RW 14 dan 48 bidang lahan di RW 05 yang bakal terkena dampak sodetan. Ada 96 bangunan di dua RW itu yang terdampak.

Hanya tersisa satu RW, yakni di RW 04 Bidara Cina, yang belum diketahui datanya, karena belum ada kesepakatan dengan warga. Fikri berharap, warga yang tak memiliki surat-surat bersedia direlokasi ke rusun.

"Kami tidak akan meninggalkan bapak-ibu. Namun, kesulitannya karena yang bapak-ibu tinggali tidak ada suratnya. Akhirnya, dipilih relokasi ke rusun terdekat. Bagi yang berada di atas tanah negara, disediakan rusun," ujarnya.

Dianggap sepihak

Warga setempat mengkritik sosialisasi itu hanya berjalan satu arah alias sepihak. Heru, seorang warga di RW 14, Kelurahan Bidara Cina, mengaku tak pernah diajak berdiskusi tentang sosialisasi itu.

"Seharusnya sosialisasi itu ajak kami berdiskusi, jangan satu arah, disampaikan lalu selesai," katanya, di Kantor Camat Jatinegara, Rabu sore.

Menurut Heru, Andri Yansyah, mantan ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T), pernah mengatakan kepada warga Bidara Cina bahwa mereka akan mendapat ganti rugi. "Jadi sosialisasi kali ini seharusnya berbicara mengenai angka ganti-rugi," ujarnya.

Sosialisasi dari pejabat pemerintah yang dilakukan hari ini sudah berbeda dengan pernyataan awal. "Hari ini yang kami inginkan ada angka yang disampaikan sekarang. Bukan diganti rusunawa. Itu pemaksaan," katanya.

Rahmat, seorang warga lain di RW 14 mengatakan, pernyataan pemerintah berubah-ubah. Dari keterangan Rahmat, pemerintah pernah mengeluarkan pernyataan ganti rugi pada 2013.

Namun, pemerintah belakangan mengubah dengan alasan bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 melarang ganti rugi di tanah pemerintah. Sekarang, muncul lagi perjanjian Agraria itu dibuat tahun 2014.

Eko, warga lain di Bidara Cina, mengaku gelisah dengan perubahan baru ini. "Sekarang, kami gelisah dengan adanya informasi dan kebijakan atau pun aturan yang baru. Tapi, aturan ini yang bikin manusia, saya harap bisa diubah," ujar Eko.