Pemprov DKI Pecat 78 Pejabat Pemakan Uang Suap

Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok meminta Kepala Dinas Perindustrian dan Energi DKI yang baru, Yuli Hartono, untuk mengungkap tindakan permainan dan penyelewengan yang telah menjadi tradisi di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi DKI yang mengurusi sektor energi di DKI itu.

Ahok mengatakan, setelah dilakukan evaluasi, Yuli menyodorkan sebanyak 78 nama pejabat di dinas itu yang dinilai merupakan 'pemain' dan biasa menyelewengkan anggaran.

Ahok mengatakan, Yuli baru menyodorkan nama-nama itu pada hari ini. Ahok mengaku mempercayai hasil evaluasi yang dilakukan oleh pejabat baru tersebut. 78 pejabat yang namanya dituliskan, dipastikan akan disingkirkan dari jabatannya di Dinas Perindustrian dan Energi.

"Saya tanya, berapa yang mau Anda pecat? Dia sodorkan 78 nama. Ya sudah, langsung saya paraf, kirim ke BKD (Badan Kepegawaian Daerah)," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Selasa 15 September 2015.

Ahok mengatakan, cara terbaik bagi dia untuk memperbaiki kinerja Pemerintah Provinsi DKI adalah dengan cara menyingkirkan pejabat yang dinilai memiliki kinerja buruk dan terindikasi menyelewengkan anggaran.

Selama hampir 10 bulan menjabat sebagai gubernur, Ahok mengatakan, melalui berbagai perombakan pejabat yang dilakukannya, ia telah mendemosi, atau mencopot tak kurang dari 2.500 pejabat dari jabatannya, serta memecat 120 orang pejabat.

Ahok mengatakan, pejabat yang ia pecat rata-rata adalah pejabat yang terbukti menerima suap. "Kamu cuma terima suap Rp1,5 juta pun saya pecat," ujar Ahok.

Meski demikian, Ahok mengatakan, pejabat yang terbukti menyelewengkan anggaran dan membangkang dengan berkali-kali tidak mematuhi perintah yang diberikan kepadanya pun dipastikannya akan ia pecat.

Ahok mencontohkan, janji kampanyenya untuk mengeruk sampah di Kali Cipinang di wilayah Kelurahan Kampung Dukuh dan Kampung Rambutan yang dikeluhkan warga, telah selama 30 tahun tidak pernah diangkut.

Selama dua tahun menjabat sebagai wakil gubernur dan hampir satu tahun menjabat sebagai gubernur, Ahok mengatakan, janji tersebut belum terealisasi. Ahok menampik ia melupakan janji kampanyenya.

Menurutnya, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Kepala Dinas Kebersihan DKI terus membangkang terhadap perintahnya.

"Pertama masuk, saya minta Pak Ery (mantan Kadis PU Ery Basworo) beresin, dia ngeles. Saya minta Pak Unu (mantan Kadis Kebersihan Unu Nurdin), dia juga ngeles. Alasannya, wilayah kalinya terlalu panjang katanya, itu lewatin jalan tol. Saya minta Pak Rudi Manggas (mantan Kadis PU), alasannya kita mesti minta izin pemerintah pusat. Saya kemudian ganti Pak Manggas dengan Pak Agus (mantan Kadis Tata Air Agus Priyono), masih enggak dikerjain juga," ujar Ahok.

Dalam perombakan pejabat terakhir, Ahok mengatakan, ia akhirnya memutuskan untuk mengganti Kadis Kebersihan yang bermasalah dengan pejabat yang dinilai bersih dan berprestasi, mantan Camat Tambora Isnawa Adji. Kepala Dinas Tata Air yang merupakan pecahan dari Dinas PU, juga ia ganti dengan bekas Bupati Kepulauan Seribu Tri Djoko Sri Margianto.

Selain itu, Ahok mengatakan, ia juga menerapkan sistem rekruitmen Petugas Penanganan Sarana Umum (PPSU) di tingkat wilayah, serta mewajibkan para pimpinan wilayah, yaitu camat dan lurah untuk memberdayakan mereka dengan menjadikan dua SKPD yang baru saja disebutkan, sebagai konsultan untuk melakukan perawatan sarana dan prasarana di wilayah.

"Kalau mereka (camat dan lurah) bandel, enggak mau kerja, saya stafkan mereka," ujar Ahok.

Hasilnya, Ahok mengatakan, setelah tiga tahun tertunda, sampah yang telah menggunung selama 30 tahun di Kali Cipinang, akhirnya dikeruk bersih pada Minggu 13 September 2015, dengan dipimpin oleh Wali Kota Jakarta Timur, Bambang Musyawardana.

"Jadi memang, cara yang paling efektif untuk perbaiki kinerja itu adalah dengan memecat, ganti sama pejabat yang baik," ujar Ahok. (asp)