Ahok dan Djarot Beda Pendapat Soal Air Bersih

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama bersama Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat memiliki pandangan yang berbeda dengan rekannya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, dalam upaya menuntaskan masalah ketersediaan air bersih di Jakarta.

Basuki alias Ahok mengatakan, Pemprov DKI harus berhasil mengembalikan hak pengelolaan air bersih dari dua perusahaan swasta, PT. PAM Lyonaisse Jaya (Palyja) dan PT. Aetra Air Jakarta (Aetra), ke BUMD milik Pemerintah Provinsi DKI, PAM Jaya.

Sementara Djarot, memandang kemandirian warga diperlukan untuk bisa menjamin ketersediaan air bersih untuk wilayahnya masing-masing.

Djarot mencontohkan keberhasilan warga Kelurahan Pegangsaan. Dengan dana yang berasal dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP), warga di kawasan yang terletak di Kotamadya Jakarta Pusat itu behasil membangun Stasiun Arkin (Air Bersih untuk Warga Miskin).


Sejak tahun 2012, keberadaan stasiun tersebut telah membantu sebanyak 330 Kepala Keluarga (KK) mengakses air bersih tanpa tergantung kepada sambungan pipa air dari perusahaan swasta.


"Mereka sadar tiap rumah tidak perlu mempunyai sumur sendiri, tetapi, yang diperlukan adalah sebuah sumur komunal yang digunakan bersama. Dari sumur itu air bersih disalurkan ke rumah warga dan warga hanya membayar biaya pemeliharaan sebesar Rp10.000 per bulan," ujar Djarot di Balai Kota DKI, Selasa, 1 September 2015.


Djarot menyampaikan hal tersebut usai membahas upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI dalam menangani maraknya pemukiman kumuh, termasuk unit rumah susun dengan tingkat kebersihan yang kurang diperhatikan, di Jakarta.


Salah satu sumber pasokan air bersih, adalah sumur resapan. Djarot meminta kelima Walikota yang baru saja sama-sama melakukan pembahasan dengan dirinya, untuk mempelajari solusi penyediaan air bersih mandiri yang berhasil dilakukan di Kelurahan Pegangsaan.


Solusi tersebut, bisa diterapkan di banyak wilayah Jakarta selama ketersediaan air bersih belum sepenuhnya bisa dijamin pemerintah.


"Kalau kita harus terus bayar PAM kan mahal. Kalau hal seperti ini bisa direplikasikan di wilayah kita masing-masing, kenapa tidak?" ujar Djarot.