Ahok: Mau Serapan Anggaran Tinggi, Tapi APBD Dicolong?
- Fajar GM
VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan rendahnya serapan anggaran DKI saat ini adalah sebuah kondisi yang mau tidak mau harus terjadi.
Menurut pria yang disapa Ahok itu, Pemerintah Provinsi DKI di bawah kepemimpinannya tengah getol memberantas mafia anggaran yang 'bermain' dalam setiap kegiatan penganggaran DKI setiap tahunnya.
Meski demikian, upaya pemberantasan tersebut dinilai Ahok belum optimal, karena sistem e-Musrenbang yang menjamin anggaran tak akan disusupi sejak kegiatan penyusunan baru diterapkan tahun ini dalam menyusun APBD 2016.
Sementara APBD yang tengah berjalan saat ini, APBD 2015, hanya menggunakan sistem e-budgeting yang baru bisa mendeteksi keberadaan anggaran siluman setelah anggaran disetujui. Penyusunan APBD 2015 tahun lalu, belum menggunakan sistem e-Musrenbang.
Hal itu membuat APBD 2015 masih belum terlepas dari anggaran siluman, antara lain anggaran pembangunan Gedung Olah Raga Pancoran sebesar Rp48 miliar, dan anggaran rehab beberapa gedung sekolah yang mencapai Rp20 miliar.
Walau telah tercantum dalam anggaran yang berjalan, dengan sistem e-budgeting, Pemerintah Provinsi DKI tetap bisa mengunci kedua anggaran tersebut, dan anggaran-anggaran lain yang mencurigakan.
Ahok mengatakan, hal itulah yang membuat serapan anggaran DKI di pertengahan tahun ini begitu rendah.
"Jadi udahlah, serapan anggaran rendah dulu. Mau serapan anggaran tinggi, bantu perekonomian, tapi uang kita dicolong orang?," ujar Ahok di Balai Kota DKI, Jum'at, 28 Agustus 2015.
Ahok menjanjikan anggaran DKI baru akan terserap secara cepat pada saat DKI menggunakan APBD DKI 2016. Saat anggaran yang digunakan telah terjamin bebas dari anggaran-anggaran siluman, Ahok menegaskan tak akan ada satupun anggaran yang ia kunci atau batalkan penggunaannya.
Meski demikian, dalam kondisi rendahnya serapan anggaran DKI saat ini, Ahok menjanjikan kegiatan pembangunan di DKI yang selama ini selalu bergantung kepada APBD tidak akan terganggu.
Sebab, Ahok menerapkan strategi menggandeng perusahaan swasta untuk melaksanakan program Corporate Social Reslonsibility (CSR), menagih kewajiban perusahaan pengembang, serta memanfaatkan program pemerintah pusat untuk melaksanakan pembangunan infrastruktur.
Hingga saat ini, ada beberapa proyek yang telah selesai dari dilaksanakannya strategi itu. Proyek itu antara lain, pengadaan bus tingkat dan beberapa bus gratis yang merupakan hasil sumbangan perusahaan swasta, pembangunan 6 Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang merupakan hasil dari CSR dan pelaksanaan kewajiban pengembang, hingga pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Jatinegara Barat untuk merelokasi warga kawasan Kampung Pulo.
Meski dibangun di atas tanah DKI, pembangunan tower rumah susun itu dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Ahok mengatakan, idealnya, pembangunan memang seharusnya menggunakan APBD untuk menstimulus kondisi perekonomian.
Namun, dengan situasi yang terjadi di Pemerintah Provinsi DKI, Ahok menilai bahwa pada tahun ini akan lebih baik bagi DKI untuk memperkecil serapan anggaran. Dengan strategi yang dijalankannya, pembangunan tak akan terhambat meski APBD tak digunakan.
"Jakarta ini hampir enggak pakai uang APBD sekarang. Tapi jalan enggak pembangunan di Jakarta? Jalan. Lebih bersih enggak Jakarta? Lebih bersih. Berapa ribu unit rusun yang kita miliki? Pake duit orang Jakarta enggak bangunnya? Pake APBD enggak? Enggak," ujar Ahok. (ase)