Korban Salah Tangkap Pertimbangkan Gugat Polisi

Ilustrasi/Tahanan kabur
Sumber :
  • iStock

VIVA.co.id - Selama 10 bulan, Dedi bin Mugeni, harus mendekam di penjara atas perbuatan yang tak pernah ia lakukan. Dedi ditangkap polisi dan dijadikan tersangka karena dituduh membunuh sopir angkutan 06A pada 18 September 2014.

Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, melalui Putusan Nomor 142/PID/2015/PT. DKI tertanggal 6 Juli 2015 menyatakan, Dedi tak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah atas tindak pidana pengeroyokan, sebagaimana yang didakwakan kepadanya.

Atas putusan bebas terhadap Dedi ini, Romy Leo Rinaldo, selaku kuasa hukum Dedi mengatakan, itu adalah buah keberhasilan atas ikhtiar perjuangan yang selama ini ia lakukan sebagai salah satu pengacara LBH Jakarta dalam membela rakyat kurang mampu yang buta hukum.

"Atas putusan bebas tersebut, Nurohmah, istri terdakwa sangat terharu sekali. Kami berharap perkara serupa tidak akan pernah terjadi lagi di kemudian hari," katanya di LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat, 31 Juli 2015.

Ketika disinggung apakah dia selaku pengacara akan mengajukan tuntutan balik terhadap apa yang menimpa klienya tersebut, Romy mengakui bahwa itu merupakan salah satu opsi yang bisa ditempuh untuk memulihkan nama baik Dedi. Namun, untuk itu semua, dia akan membicarakan kepada keluarga korban untuk mendapatkan persetujuan resmi untuk melayangkan gugatan.

"Itu memang salah satu opsi kita, tapi akan dipikirkan dulu. Secara internal kita akan berunding dengan pihak keluarga, karena perlu ada pernyataan resmi dulu, keluarga mau atau tidak," ujar Romy.

Romy menegaskan, jika ingin menuntut balik terhadap apa yang menimpa kliennya tersebut, dia harus mendapatkan persetujuan langsung dari Dedi.

"Itu opsi yang sangat mungkin untuk dilakukan. Jika akan menuntut balik, kita perlu persetujuan langsung dari Pak Dedi."

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro, Kombes (Pol) Mohammad Iqbal berjanji akan menelusuri kembali kasus ini. Menurut dia, Polri telah siap digugat dan akan mengambil tindakan tegas bila menemukan ada pelanggaran dalam penyidikan kasus tersebut.

"Bila ditemukan pelanggaran sistem tentu akan dilakukan upaya-upaya tegas. Divisi Hukum akan menelusuri masalah ini dan akan menindak sesuai dengan kode etik profesi."

Sebelumnya, Dedi ditangkap aparat kepolisian karena diduga membunuh seorang sopir angkutan 06A pada 18 September 2014. Kejadian tersebut merupakan tindak pengeroyokan yang berbuntut hilangnya nyawa dari korban M. Ronal. Perkelahian yang bermula dari cekcok sesama sopir itu menyebabkan Dedi ditangkap dan dituduh membunuh.

Selama menjalani masa tahanan di Rumah Tahanan Cipinang, Jakarta Timur, Dedi bahkan tidak dapat menjenguk putra pertamanya, Muhammad Ibrahim, yang meninggal karena sakit. Dedi hanya sempat melihat anaknya dalam kondisi sakit ketika menjalani persidangan.

"Saya minta banding (permohonan) jaksa, hakim untuk menjenguk, cuma dapat sejam. Saat anak saya meninggal, saya hanya melihat anak saya sudah dikubur," ujarnya.

Karena dianiaya polisi, Dedi tak tahan dan mengakui pembunuhan yang sebenarnya tidak ia lakukan. Selama 10 bulan dia harus tinggal di penjara dan terpisah dari anak dan istrinya. Setelah Pengadilan Tinggi Jakarta memutuskan Dedi tak bersalah, hari ini akhirnya dia dibebaskan.

(mus)