Tanpa Surat, Dedi Langsung Ditangkap Polisi dan Dianiaya
- iStock
VIVA.co.id - Dedi bin Mugeni, pria berusia 33 tahun, menjadi korban salah tangkap Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur. Dia pun mengungkapkan ketidakprofesionalan petugas, saat dia dituduh sebagai pelaku penganiayaan di sekitar Pusat Grosir Cililitan (PGC).
"Penangkapan tidak ada surat-surat. Mereka langsung memasukkan saya ke dalam mobil, yang sudah ada tiga orang," kata Dedi kepada tvOne, Jumat 31 Juli 2015.
Setelah itu, Dedi lantas diajak berputar-putar mencari para pelaku pengeroyokan hingga menyebabkan korban meninggal dunia itu lainnya. Tetapi, hingga sekarang mereka belum ditangkap.
"Di dalam mobil itu saya dipaksa, disuruh mengaku. Siapa saja pelaku-pelakunya. Saya tidak mengakui, polisi tetap saja memaksa saya mengaku. Pipi kanan saya ditonjok," ujar dia.
Kemudian, Dedi dibawa ke kantor polisi. Di sana, sebelum diperiksa dan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), dia dianiaya.
"Sebelum di-BAP, saya ditendang seorang penyidik yang memaksa saya mengakui melakukan, tetapi saya tidak melakukan. Setelah ditendang, langsung di-BAP," kata Dedi lagi.
Setelah diperiksa selama sekitar setengah jam, Dedi akhirnya mengakui perbuatan yang tidak dia lakukan. Alasannya, ia tak tahan dengan penyiksaan yang dilakukan penyidik.
"Setelah itu mengaku, karena enggak tahan dengan siksaan fisik," tutur dia.
Pada 18 September 2014 lalu, keributan terjadi di pangkalan ojek di sekitar PGC. Dua sopir angkot berkelahi, karena berebut penumpang. Tukang ojek yang ada di pangkalan pun berupaya melerainya.
Namun, karena sakit hati, salah satu sopir angkot pulang, dan kembali ke lokasi membawa senjata. Ia pun dikeroyok oleh sejumlah tukang ojek dan sopir angkot lainnya di tempat tersebut. Sopir angkot tersebut pun tewas dalam peristiwa itu.
Tujuh hari setelahnya, petugas dari Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur mengejar orang yang menewaskan sopir angkot tersebut. Pelaku diketahui bernama Dodi, yang bekerja sebagai sopir angkot.
Namun, bukannya menangkap Dodi, polisi justru menangkap Dedi. Padahal, saat kejadian, Dedi sudah pulang ke rumahnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
Namun, proses hukum tetap berjalan, dan pria itu divonis bersalah oleh hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Ia pun mendekam di Rutan Cipinang.
Kendati demikian, Nurohmah, istri Dedi, tidak menyerah. Ia meminta bantuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Jakarta.
Belakangan, hakim Pengadilan Tinggi Jakarta mengabulkan banding LBH. Dedi pun dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan. Melalui rilis No.142/PID/2015/PT.DKI Jo No.1204/Pid.B/2014/PN.Jkt.Tim, hakim memutuskan bahwa Dedi tidak bersalah, dan tuntutan jaksa penuntut umum dinyatakan tidak sah. (asp)