Ahok Ingin SKB Dua Menteri Soal Rumah Ibadah Dicabut
- VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mempermasalahkan masih berlakunya Surat Keputusan Bersama (SKB) Dua Menteri, yang menyebutkan salah satu syarat pendirian rumah ibadah adalah pengumpulan Kartu Tanda Penduduk (KTP) minimal dari 90 warga masyarakat yang tinggal di sekitar gedung peribadahan. Bagi Ahok, SKB itu bertolakbelakang dengan konstitusi.
"Mana bisa? SKB 2 Menteri bisa bertentangan dengan UUD 1945. Itu yang menjadi masalah. Bagaimana bisa rumah ibadah [harus] mendapatkan izin dari mayoritas? Seharusnya dicabut saja peraturan itu," ujar Ahok, Jumat 24 Juli 2015 di Balai Kota, Jakarta Pusat.
Ia mengatakan banyak rumah ibadah yang kesulitan mendapatkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) karena belum memperoleh KTP yang diharuskan dalam SKB 2 Menteri. Karena itu banyak ditemui kasus protes dan pembongkaran terhadap rumah-rumah ibadah yang berada di wilayah pemukiman.
Contoh terkini, suatu tempat ibadah yang sedang "bermasalah" adalah Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) di Jatinegara, Jakarta Timur. Bangunan GKPI telah berdiri di kawasan tersebut sejak 30 tahun yang lalu dan penyegelan dilakukan sejak 2 tahun yang lalu.
Bila sesuai rencana, Sabtu 25 Juli 2015 besok, Pemprov DKI akan mengeksekusi pembongkaran rumah ibadah yang memiliki 50-60 jemaat itu.
"Sekarang, yang jadi masalah, GKPI di Jatinegara itu gereja yang sudah berdiri 30 tahun tanpa izin. Sama kok banyak tempat ibadah lain seperti masjid, vihara atau klenteng yang juga tidak punya izin tapi karena sudah berlangsung sejak lama jadi tidak dipermasalahkan," katanya.
Dalam SKB 2 Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat tanggal 21 Maret 2006, dalam Pasal 14, pendirian rumah ibadah wajib memenuhi persyaratan-persyaratan, salah satunya dukungan masyarakat setempat paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh lurah atau kepala desa. Ini dilanjutkan dengan dukungan minimal 60 KTP dari warga sekitar. (ren)