Kisah Beda Si Pitung 9: Tewas dengan Peluru Emas

Makam Si Pitung
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dody Handoko
VIVA.co.id - Di  sisi kanan depan gedung Telkom, Jalan Palmerah Utara, Palmerah, Jakarta Barat, terdapat serumpun bambu. Di bawah rumpun bambu itu, di tanah seluas tak lebih dari 3x5 meter persegi terdapat kuburan berpagar besi. Di makam yang hanya dipisahkan saluran air dengan lebar satu meter dari jalan raya itu diduga disemayamkan seorang jagoan legenda Betawi, Pitung.

Meski tidak ada bukti otentik, seperti batu nisan yang memberikan informasi tentang siapa yang dimakamkan, Bachtiar, pengurus Sanggar Betawi si Pitung yang juga pesilat Betawi Cingkrik ini percaya pada cerita orang tua zaman dulu.

"Dari cerita orang tua dulu, itu adalah kuburan Pitung. Bahkan konon katanya yang dikubur adalah tubuh bagian bawah Pitung. Tapi saya tidak mengetahui tanggal dan tahun kapan pastinya Pitung meninggal dunia,” katanya.

Melihat kondisi makam yang tidak terawat, kuburan  Pitung itu jelas tidak memiliki pengurus makam. Bachtiar mengatakan, makam Si Pitung sengaja tidak terlalu digembar-gemborkan ke publik karena khawatir akan dikeramatkan. Maka  kuburannya dibuat biasa, jika dilihat sekilas cuma tanah datar.

Alwi Shahab, budayawan Betawi, menulis bahwa jagoan kelahiran Rawa Belong, Jakarta Barat, ini telah membuat repot pemerintah kolonial di Batavia. Berdasarkan cerita rakyat, Pitung mati setelah ditembak dengan peluru emas Schout van Hinne dalam suatu penggerebekan karena ada yang mengkhianati dengan memberi tahu tempat persembunyiannya.

Ia ditembak dengan peluru emas  Schout van Hinne (setara Kapolres) karena dikabarkan kebal dengan peluru biasa. Begitu takutnya penjajah terhadap si Pitung, sampai tempat ia dimakamkan dirahasiakan.

Menurut koran Hindia Olanda (18-10-1893:2), sebelum ditangkap Pitung dalam keadaan rambut terpotong, beberapa jam sebelum kematiannya pada hari Sabtu. Seperti yang diceritakan dalam legenda, kesaktian Pitung hilang akibat jimat-nya diambil. Versi lain menyatakan, Pitung dapat dikalahkan jika dipotong rambutnya. Berdasarkan koran Hindia Olanda, sebelum kematiannya Pitung telah dipotong rambutnya.

Si Pitung, berdasarkan cerita rakyat (folklore) yang masih hidup di masyarakat Betawi, sejak kecil belajar mengaji di langgar (musala) di kampung Rawa Belong. Dia, menurut istilah Betawi, ‘orang yang denger kate’. Dia juga ‘terang hati’, cakep menangkap pelajaran agama yang diberikan ustaznya, sampai mampu membaca (tilawat) Alquran. Selain belajar agama, dengan H Naipin, Pitung –seperti warga Betawi lainnya–, juga belajar ilmu silat. H Naipin, juga guru tarekat dan ahli silat.

Salah satu ilmu kesaktian yang dipelajari  Pitung disebut Rawe Rontek. Gabungan antara tarekat Islam dan jampe-jampe Betawi. Dengan menguasai ilmu ini Pitung dapat menyerap energi lawan-lawannya. Seolah-olah lawan-lawannya itu tidak melihat keberadaan Pitung.

Karena itu dia digambarkan seolah-olah dapat menghilang. Menurut cerita rakyat, dengan ilmu kesaktian rawa ronteknya itu, Pitung tidak boleh menikah. Karena sampai hayatnya ketika ia tewas dalam menjelang usia 40 tahun Pitung masih tetap bujangan.

“Ada versi tentang kuburannya, katanya badannya dibelah, dikubur di beberapa tempat seperti Jembatan Lima dan Pulau Onrust. Tujuannya, supaya badannya tidak menyatu lagi karena Pitung punya ilmu Rawe Rontek, mati bisa hidup lagi,” ujar Bachtiar.

Cerita sebelumnya:



TAMAT

 

![vivamore="Baca Juga :"]

 

[/vivamore]