Sikap DKI Soal Putusan MK Tentang Ruang Rokok
- Purnomo Siswanto | Surabaya Post
VIVAnews - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Pasal 115 ayat 1 dan penjelasannya atas Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Dengan adanya putusan itu, MK mewajibkan pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menyediakan tempat khusus merokok dan kawasan tanpa rokok, baik di tempat kerja, umum, atau pun tempat lainnya.
Menanggapi putusan ini, Kepala Bidang Informasi Publik dan Kehumasan Pemprov DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia mengatakan, akan segera membahas keputusan itu.
"Kami akan melihat dan menelaah dahulu seperti apa putusan MK tersebut," kata Cucu Ahmad Kurnia kepada VIVAnews, Selasa, 17 April 2012.
Cucu menegaskan bahwa Pemprov DKI tetap berpegang pada Peraturan Gubernur (Pergub) No. 88 Tahun 2010 tentang kawasan larangan merokok. Yakni ruang merokok tidak boleh ditempatkan di dalam gedung (indoor) tetap harus di luar gedung (outdoor).
"Putusan itu dibuat karena tempat merokok di dalam gedung dapat membahayakan kesehatan perokok pasif. Jadi kalau mau tetap harus di outdoor," ujarnya.
Mengenai kemungkinan peninjauan kembali atas putusan MK tersebut, Cucu mengaku pihak Pemprov DKI akan mempertimbangkannya.
"Tentu kami akan pikirkan konsekuensinya bagaimana. Itu akan dibahas Biro Hukum DKI," tandasnya.
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan pengujian Pasal 115 ayat 1 dan Penjelasannya UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Kata "dapat" dalam penjelasan pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal 115 UU Kesehatan dan Penjelasannya merupakan ketentuan pengamanan zat adiktif sebagai salah satu rangkaian kegiatan dalam upaya memelihara kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan, antara lain, untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Dalam pengamanan zat adiktif, penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan tidak membahayakan kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya, kata Hamdan.
Pengaturan yang demikian menurut Mahkamah tepat karena merupakan salah satu bentuk perlindungan kepada masyarakat dan lingkungannya.