Pemprov DKI Harus Introspeksi Soal Izin Pembangunan Kedubes India yang Dianggap Maladministrasi

Kuasa Hukum Warga RT 02/02 Kuningan Timur Soroti Izin Pembangunan Kedubes India
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus diaudit karena mengeluarkan atau menerbitkan izin persetujuan bangunan gedung (PBG) Kedutaan Besar India setinggi 18 lantai di Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan. 

Sebab, proses perizinan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi DKI telah dianulir oleh Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Kini, status hukumnya sedang proses banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Kuasa Hukum Warga RT 02/02 Kuningan Timur, David Tobing mengatakan warga mengajukan gugatan karena adanya kesalahan prosedur penerbitan persetujuan bangunan gedung (PBG) Kedutaan Besar India ke PTUN Jakarta. Adapun, kata dia, pihak tergugatnya adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta karena mengeluarkan izin tersebut.

"Di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), itu sudah dipanggil mereka, sudah membuktikan menurut mereka tidak ada prosedur yang dilanggar. Tapi hakim malah menemukan sebaliknya, bukan hanya mereka tidak mengurus izin lingkungan, tapi hakim menyatakan bahwa harusnya Pemda DKI itu menerapkan atau menetapkan retribusi sebelum PBG diterbitkan, tapi untuk kedutaan ini tidak diterapkan retribusi," kata David melalui keterangannya pada Senin, 9 Desember 2024.

Kuasa Hukum Warga RT 02/02 Kuningan Timur Soroti Izin Pembangunan Kedubes India

Photo :
  • Istimewa

Selain itu, David mengatakan hakim juga menyatakan harusnya Pemda DKI sebelum memberikan izin itu memperhatikan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN), yang menyatakan bahwa kantor perwakilan negara asing harus berada di Ibu Kota Negara. 

"Tapi ini malah memberikan izin di mana itu 18 lantai. Enggak ada di Indonesia ini, gedung-gedung kedutaan ada apartemennya apalagi 18 lantai. Kedutaan adidaya, kedutaan Negara-negara Eropa yang besar, itu tidak ada setinggi itu. Jadi perlu dipertanyakan apa ada kekhususan bagi Kedutaan India ini? Jadi ini juga berguna untuk introspeksi bagi Pemda dalam memberikan izin," jelas dia.

Di sekitar Kedutaan India, David mengatakan kalau tidak salah ada 5 gedung kedutaan lain yang ketinggiannya itu tidak sampai 8 lantai. Jadi, kata dia, harusnya bukan hanya warga yang ada di belakangnya saja diperhatikan, tapi perhatikan juga kedutaan lain itu. "Karena pasti mereka ada kepentingan, kenapa mereka semua lantainya tidak ada yang saling meninggi atau lebih rendah sekali. Ya mungkin itu ada pertimbangan keamanan," ungkapnya.

Namun, David menekankan warga tidak mempersoalkan berapa lantai sebaiknya Kedutaan Besar India dibangun karena merupakan kewenangan dari pemberi izin dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tetapi, kata dia, kalau kedutaannya sendiri sudah jelas ditulis bahwa kantor Kedutaan India itu dibangun 4 lantai dan apartemennya 18 lantai.

"Jadi yang perlu dipertanyakan, apakah bisa membuat perizinan gabungan? Katanya ini izin campuran. Tetapi kalau kita lihat di PBG, nama proyek Kedutaan Besar India. Jadi apartemen itu juga kedutaan. Jadi menurut saya ini sudah menyalahi prosedur, harus diaudit ulang kenapa ini bisa terbit izin seperti ini," tegas dia.

Sebenarnya, kata dia, warga ingin haknya diperhatikan dalam hal ini dilibatkan terkait proses perizinan pembangunan Gedung Kedutaan Besar India tersebut. Sejak tahun 2017, lanjut dia, ternyata sudah mulai proses izinnya dan itu ada 3 orang yang diikutsertakan tapi sama sekali bukan warga RT setempat.

"Bahwa Kedutaan India sudah menunjuk konsultan, konsultan inilah yang mengurus perizinannya. Jadi saya sangat menyayangkan konsultan dan Pemda DKI itu tidak mematuhi prosedur yang ada, bahkan terlihat ini ada manipulasi. Bahkan, RT tahun 2017 tidak mengetahui keberadaan 3 orang tersebut. Perlu kami tegaskan, RT pada waktu itu dan RT saat ini juga ikut menggugat karena mereka tidak dilibatkan baik 2017 maupun 2021. Jadi mereka ingin didengarkan pendapatnya sebagaimana aturan yang berlaku," jelas David.

Terus terang, kata David, pihaknya sudah melakukan audiensi dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia. Tentu saja, pihaknya menghargai dan menghormati serta menjunjung tinggi hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Kedutaan Besar India. Kata dia, warga sama sekali menekankan tidak ada niat dan tidak ada maksud untuk membatalkan atau melarang pembangunan Gedung Kedutaan Besar India di Jakarta Selatan.

"Tetapi, bahwa perwakilan negara asing itu sudah diatur oleh Kemenlu, kalau dia mau memiliki mobil harus bagaimana, kalau mau membangun harus punya izin PBG, dan ada kata-katanya mentaati aturan yang ada di Indonesia. Taatilah aturan yang di Indonesia. Terus terang orang sekarang enggak ada izin membangun aja dibongkar, ya kan. Jadi kalau dalam hal ini tidak ada perbedaan, enggak boleh ada diskriminasi. Kalau memang izinnya maladministrasi, ya diulang supaya semuanya bagus, proper semuanya," jelas David.

Maka dari itu, David menambahkan saat ini status kasus ini masuk tahap banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Tentunya, ia berharap Hakim Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dapat memutuskan atau menguatkan putusan Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Jika putusan Hakim PTUN Jakarta dikuatkan, kata dia, maka status izin pembangunan Gedung Kedutaan Besar India harus diulang lagi dari awal.

"Mengenai proses hukum, saat ini sudah di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Kami sangat yakin Pengadilan Tinggi TUN akan menguatkan putusan PTUN Jakarta. Artinya, PBG izin Kedutaan Besar India itu dibatalkan karena sudah maladministrasi. Jika dikuatkan PTUN, maka izin batal. Tidak ada proses kasasi di sini. Ketika itu dibatalkan harus dimulai dari ulang, karena sama sekali izinnya sudah tidak ada. Prosesnya dimulai dari awal, kami sarankan Kedutaan Besar India memakai konsultan yang benar untuk menaati Undang-undang di Indonesia," pungkasnya.