Jakarta Jadi Provinsi Rawan SARA di Pemilu 2024, Pj Gubernur Heru Budi Hartono Beri Respons

Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono
Sumber :
  • VIVA/Rahmat Fatahillah Ilham

Jakarta - Provinsi DKI Jakarta menempati urutan pertama terkait daerah yang rawan berpotensi memiliki kerawanan politisasi SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan) dalam Pemilihan Umum tahun 2024 nanti.

Menanggapi penilaian tersebut, Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, berdoa agar Pemilu 2024 baik pilpres, pileg dan pilkada berjalan sukses dan lancar tanpa adanya gangguan. 

Mantan Wali Kota Jakarta Utara, ini juga menyampaikan bahwa Pemprov DKI telah menggelar koordinasi dengan Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto, dan Pangdam Jaya Mayjen Mohamad Hasan. 

"Ya pertama kemarin kita sudah kumpul, pak Kapolda pak Pangdam jajaran pemda, ya mudah-mudahan kondusif, kami komunikasi terus dengan Forkompida (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah)," kata Heru Budi kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 13 Oktober 2023.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, sebelumnya memberikan sebuah pemetaan kerawanan SARA di semua wilayah jelang Pemilu 2024. Hasilnya, DKI Jakarta jadi tempat yang paling rawan menjadi lokasi politasasi SARA di pemilu nanti.

"Penyebab utama kekerasan berbasis SARA justru terletak pada politisasi isu etnis/kesukuan. Data IKP 2024 memperlihatkan dalam pemilu dan pilkada terakhir, isu etnis mendominasi kekerasan berbasis SARA. Ini terjadi baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota," ujar Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu RI, Lolly Suhenty, dalam keterangan tertulis, Selasa, 10 Oktober 2023.

Angka 100 menjadi penilaian Bawaslu untuk DKI Jakarta dalam menentukan tingkat kerawanan politisasi SARA di Jakarta. Kemudian disusul wilayah Maluku Utara 77,16, sebagai wilayah yang pernah dilanda konflik horizontal.

Selanjutnya di posisi ketiga ada wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan angka 14,81. Ada Papua Barat dengan angka 14,81, Jawa Barat dengan nilai 12,35, dan Kalimantan Barat mendapat nilai 7,4.

Lolly pun menjelaskan, kalau provokasi SARA kerap terjadi di media sosial. Berdasarkan data indeks kerawanan pemilu (IKP) 2024, kata Lolly, isu etnis dan agama mendominasi kekerasan berbasis SARA.

Adapun kampanye bermuatan SARA yang terjadi di tempat umum terkait dengan agama sebesar 86 %. Sedangkan, penolakan calon berbasis kesukuan sebesar 75.

"Kedua isu ini memang sangat mudah diprovokasi karena etnis dan agama merupakan bagian dari identitas kolektif yang mampu menggerakkan suatu kelompok untuk berhadapan dengan kelompok lain," kata dia.

Lalu, kata Lolly, kerawanan tersebut bisa saja dicegah nantinya dengan memberikan edukasi kepada pemilih terkait politisasi SARA. Serta bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk menangani kampanye dan provokasi SARA di media sosial.

"Patroli pengawasan siber secara intensif untuk mencegah potensi maupun embrio berkembangnya politisasi SARA," bebernya.