Tak Bayar Iuran Lingkungan, Warga Pluit Malah Gugat Lurah dan RW ke PTUN

Ilustrasi Pengadilan.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA Metro – Seorang warga Pluit berinisial YH menggugat Lurah Pluit dan Ketua RW 015 Kelurahan Pluit ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, dengan salah satu tuntutan agar Lurah memberhentikan Ketua Rukun Warga 015 Kelurahan Pluit tersebut.

Perkara ini berawal ketika YH yang mengaku hendak membuka usaha di tempat yang terletak di wilayah Rukun Warga 015, tetapi terdapat spanduk yang bertuliskan “Belum Bayar Iuran Swadaya RW 015”.

Selanjutnya YH pada Juni 2022 mengirim surat tembusan kepada Lurah Pluit yang pada pokoknya mengajukan keringanan iuran swadaya namun menurut pengakuan YH sama sekali tidak ada tanggapan. Karena merasa hak nya untuk berdagang pada rumah di  lingkungan RW 015, maka YH mengajukan gugatan ke PTUN pada 25 Oktober 2022.

Sementara itu Onggo, selaku kuasa hukum Ketua RW 015 Pluit pada siaran persnya setelah menghadiri persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi pada Rabu 8 Februari 2023 di PTUN Jakarta mengatakan, sesungguhnya YH tidak memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan karena ia bukan pemilik rumah dan juga bukan warga RW 015 melainkan warga RW 04. Hal tersebut, menurut Onggo antara YH dan Ketua RW 015 sama sekali tidak memiliki hubungan hukum.

“Kami sudah mengajukan dan menyerahkan bukti salinan putusan Mahkamah Agung dalam perkara nomor: 3653 K/Pdt/2022 ke Majelis Hakim PTUN yang membuktikan bahwa YH bukan sebagai pemilik rumah yang terletak di lingkungan RW 015. Dan YH sendiri melampirkan bukti KTP nya yang ternyata beralamat di RW 04 Kelurahan Pluit. Dengan demikian maka apa hubungan hukum antara YH dengan Ketua RW 015?. Dia bukan pemilik rumah, dia bukan warga RW 015, dan pemilik asli rumah belum membayar iuran swadaya, lalu mengapa YH menuntut Lurah Pluit menon-aktifkan Ketua RW 015?. Dalam putusan perkara yang sudah inkrah tersebut, YH sebagai pihak yang kalah melawan Ng Hui Lie Dkk karena ternyata sertifikat rumah tersebut atas nama Ng Hui Lie Dkk,” kata Onggo.

Onggo juga menyampaikan bahwa gugatan YH terhadap Lurah Pluit dan Ketua RW 015 salah alamat, karena terbukti pada keterangan saksi – saksi yang diajukan oleh YH ternyata pada umumnya hanya berkeluh kesah tentang masalah lingkungan, dan bukan permasalahan tentang adanya keputusan pejabat atau badan tata usaha negara atau tindakan administratif yang merugikan YH.

“Bayangkan, bagaimana mungkin orang yang tinggal di RW 04 dan bukan sebagai pemilik rumah  di lingkungan RW 015 tetapi bisa menggugat Ketua RW 015?. Jika ini dibiarkan maka besok-besok ada orang di tinggal di Amerika bisa menggugat Ketua RW di Indonesia,” ujarnya.

Ia pun berharap pengadilan dapat memutus seadil-adilnya dengan mempertimbangkan legal standing YH sebagai penggugat di PTUN. Seharusnya bila YH keberatan dengan tindakan ketua lingkungan yang menagih iuran, maka seharusnya ia mengajukan gugatan ke peradilan umum bukan ke PTUN, apalagi menurut Undang-Undang dan Permendagri, Rukun Warga dan Rukun Tetangga itu bukan pejabat pemerintahan dan bukan penyelenggara negara tetapi mitra dari pemerintahan di desa.

“Setiap warga di suatu lingkungan memiliki hak dan kewajiban, jangan di satu sisi menuntut hak tetapi secara sengaja tidak melaksanakan kewajibannya, apalagi mencari-cari kesalahan klien kami. Sangat lucu sekali yaitu Ng Hui Lie Dkk tidak membayar iuran kok YH yang ribut?. Apa hubungan hukum antara YH dan Ng Hui Lie?. Kami mengetahui bahwa antara YH dan Ng Hui Lie tidak pernah melakukan perbuatan hukum jual beli dan sewa menyewa, lalu kenapa YH  bisa menggugat Lurah Pluit dan Ketua RW dan juga Ketua RT?,” kata Onggo.

Dengan adanya perkara yang terbilang aneh ini, Onggo juga berharap agar para pemangku kepentingan termasuk badan-badan pengawas kelembagaan dapat memonitor perkara ini yang sedang berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. “Satu lain hal agar tidak terjadi penyelundupan hukum dengan motif politis,” katanya.