Wali Kota Diminta Tegas soal Dualisme Pasar Induk di Tangerang
- ANTARA FOTO/Irwansyah Putra
VIVA – Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna menanggapi polemik dualisme pasar induk di Kota Tangerang. Yayat mengatakan, idealnya hanya ada satu pasar induk di Kota Tangerang. Sebab, jika ada dua pasar induk yakni Tanah Tinggi dan Jatiuwung hanya menjadi persoalan.
"Kalau di dalam kota ada dua pasar induk tentu akan menjadi persoalan, kecuali kalau memang sifatnya tuh pasarnya. Ini menjadi pasar induk, ya artinya mempunyai konteks punya pelayanan di dalam kota dan di luar kotanya," ujarnya saat dihubungi, Rabu 2 Februari 2022 malam.
Yayat menyebut, harus ada kejelasan terkait keberadaan dua pasar induk. Adapun jika keberadaan Pasar Induk Tanah Tinggi yang berlokasi di tengah kota dianggap tidak sesuai dengan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR), maka tidak direkomendasikan menjadi pasar, atau bisa diubah ke kegiatan usaha yang lain, sehingga pasar induk dialihkan ke Jatiuwung.
"Jadi Pemda bisa atas nama RDTR menyatakan lokasi ini tidak sesuai dengan dinamika kota karena berimplikasi kepada kemacetan, maka diusulkan pembangunan pasar yang baru," jelasnya.
Menurutnya, Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Pemerintah Kota Tangerang dengan pengelola Pasar Induk Tanah Tinggi yang dilakukan pada 2001 yang menjadi dasar berdirinya Pasar Induk Tanah Tinggi harus dievaluasi karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan Kota Tangerang saat ini.
"Menurut saya PKS yang lama itu kondisi Tangerang belum berkembang sehingga usia perjanjian 20 tahun. 20 tahun itu kan tentu PKS-nya harus dievaluasi," katanya.
Yayat melanjutkan, jika memang sudah ada pasar induk yang baru berarti Wali Kota Tangerang sudah memiliki PKS dengan pengembang yang baru. Sehingga polemik ini hanya persoalan kebijakan.
"Persoalan be to be, ada persoalan lain di balik persoalan izin. Mungkin dulu dianggap pengelola yang lama mungkin ada komitmen atau apa. Isi perjanjian kan berbeda. Beda wali kota beda kebijakan. Jadi saya kira ini persoalan kebijakan saja," tuturnya.
Yayat juga mengungkapkan, langkah Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah yang meminta pengelola Pasar Induk Tanah Tinggi untuk mengurus izin ke pemerintah pusat dianggap tidak tepat.
"Izin apa sih yang harus diminta dari pusat orang pasarnya saja di daerah," ungkapnya.
Yayat menganggap, Wali Kota Tangerang hanya 'melempar bola' dalam mengatasi permasalahan pasar induk ini ke pemerintah pusat. Terlebih, otoritas sepenuhnya di daerah ada di Wali Kota Tangerang.
"Jadi kelihatannya wali kota tuh melempar bola ke atas," imbuhnya.
Yayat menambahkan, terkait polemik dualisme pasar induk ini Wali Kota Tangerang yang memiliki kewenangan harus memberikan ketegasan.
"Eloknya wali kota tidak boleh menggantung masalahnya. Walikota harus tegas. Dilanjutkan atau tidak. Kalau misalnya tidak dilanjutkan diminta aja pengembangnya untuk membuat kegiatan usaha baru di situ bukan pasar. Kan tidak mungkin ada dua pasar," ucap dia.
Sebelumnya, Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah mengungkapkan bila perizinan Pasar Indus Tanah Tinggi tersebut belum dilengkapi hingga batas waktu yang telah diberikan, pihaknya tak akan mentolerir lagi dan mengancam akan menutup pasar tersebut.
Nanti diingatin lagi, kalau memang masih bandel Kita tutup," kata dia.