Ungkap Carut-Marut Rumah Dp 0, Gembong-PDIP Sindir TGUPP Anies

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono
Sumber :
  • DPRD DKI Jakarta

VIVA β€“ Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta Gembong Warsono, mengingatkan pemerintah daerah (Pemda) untuk lebih jelas dan nyata memberikan tugas dan kewenangan dalam pengelolaan hunian vertikan, seperti rumah susun.

Ini menyusul semakin diminatinya hunian rumah vertikal oleh generasi millenial. Oleh sebab itu, pengelolaan yang profesional ditegaskannyaa agar tidak terjadi kekisruhan disektor ini pada kemudian hari dan untuk menciptakan kinerja secara profesional, rencana pembangunan dan pengelolaan hunian harus berjalan lancar.

"Kalau mau bicara profesional serahkan kepada Dinas Perumahan yang sudah menjadi tugasnya menyediakan hunian bagi warga ibu kota,” kata dia kepada VIVA seperti dikutip, Selasa, 23 Maret 2021.

Indkasi naiknya minat tersebut ditunjukkan dari data Bank Indonesia yany mencatat penyaluran kredit properti pada Oktober 2020 kembali meningkat, dari 2,2 persen year on year (yoy) pada September 2020, menjadi 3,1 persen yoy. Peningkatan itu dipicu kenaikan kredit konstruksi dan KPR/KPA. 

Bulan ini, Pemerintahan Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga baru saja merevisi target pembangunan unit hunian dengan uang muka (DP) nol rupiah. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022 sebelumnya menargetkan pembangunan 232.214 unit rumah susun sederhana milik (rusunami). Tahun ini, rancangan perubahan RPJMD yang diusulkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi hanya menjadi 10.460 unit saja.

Kelolaan yang menurutnya bermasalah, dia mencontohkan, tatkala Pemprov DKI Jakarta memberikan penugasan penyediaan DP nol rupiah kepada PT Pembangunan Sarana Jaya. Padahal, seharusnya hal tersebut diserahkan kepada Dinas Perumahan yang memang memiliki tugas, fungsi dan peran untuk mengembangkan dan mengelola hunian warga DKI.

"Ya selama ini kan enggak ada masalah ketika ditangani Dinas Perumahan, karena memang itu salah satu kewajiban Pemprov untuk mensubsidi warga DKI Jakarta yang kurang beruntung, itu tugas Pemda," ucapnya.

Gembong menambahkan, pemerintah berkewajiban menyediakan hunian yang layak disertai pengelolaan yang baik dan profesional sehingga masyarakat aman memilih hunian tanpa menghadapi berbagai kisruh. Intervensi dari berbagai lembaga yang tidak relevan, seperti Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) juga harus dihilangkan.

"TGUPP tidak ada tupoksi yang bersifat operasional, mereka think tank di belakang meja. Jadi TGUPP idealnya tidak ada peran, kecuali sebelum membuat kebijakan,” tegasnya.

Dia menekankan, TGUPP semestinya hanya memberikan masukkan yang komprehensif kepada gubernur saat akan membuat kebijakan yang berkaitan dengan proses pembangunan. Jumlah anggota TGUPP juga tidak perlu sampai 70-an orang. Padahal, dana yang dialokasikan untuk lembaga ini berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

"Janganlah dilekatkan pada APBD, kan gubernur punya dana operasional ya manfaatkan saja dana operasional. Berikutnya TGUPP enggak boleh operasional karena sifatnya think tank semacam litbangnya gubernur," katanya.

Pengamat Tata Kota Yayat Supriatna menambahkan, terkait hal ini, polemik antara pengelola dengan anggota TGUPP semestinya tidak terjadi seperti yang pernah terjadi 2019. TGUPP seharusnya fokus memikirkan jalan keluar untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat supaya bisa memperoleh rumah susun milik atau rusunami yang terjangkau dan mudah.

β€œItu tanggung jawabnya memberikan solusi. Kalau enggak ada ide gagasan sangat disayangkan, bagaimana itu TGUPP bisa bekerja maksimal dengan ide-ide yang bagus saran yang bagus," ungkap dia.