Jejak Aliran Hakekok Balakutak, Mandi Bugil Bareng dan Kawin Gaib

Belasan penganut Balakutak di Pandeglang, Banten diamankan
Sumber :
  • VIVA/Yandi Deslatama

VIVA – Aliran Hakekok Balakutak menggemparkan masyarakat Kabupaten Pandeglang, Banten pada Kamis pagi, 11 Maret 2021 lantaran melakukan aksi mandi bersama dengan telanjang bulat di sebuah kolam rawa. Kini, 16 anggotanya sudah diamankan di Mapolres Pandeglang untuk dimintai keterangan lebih lanjut.

Aliran itu dipimpin oleh A (52) yang merupakan warga Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten, yang dikenal warga sekitar sebagai sosok pendiam. Figur tersebut selama ini dianggap kurang berosialisasi dengan warga dan tidak pernah mengikuti pengajian rutin di kampungnya. Namun A disebut-sebut warga kerap melakukan ritual di dalam hutan yang tidak diketahui warga aktivitasnya.

"Orangnya tertutup tidak bersosialisasi dengan warga, ikut pengajian juga enggak pernah. Memang saya dengar kalau A ini sering melakukan ritual. Tapi enggak tahu ritual apa. Cuma dia itu hampir setiap hari ke hutan," kata salah satu warga berinisial MS (45) pada Jumat 12 Maret 2021.

Menurut penjelasan MS, pimpinan Hakekok Balakutak melanjutkan ritual yang sudah dilakukan orangtuanya berinisial S yang sudah meninggal dunia. Di mana S dikenal guru spiritual di wilayah Bogor, Jawa Barat (Jabar).

"Kalau dulu S yang seperti itu (ritual) karena sudah meninggal dilanjutkanlah oleh A, memang sudah lama," kata dia.

Kemudian menurut Ketua MUI Kabupaten Pandeglang, KH Hamdi Ma'ani, pihaknya sudah membina aliran Hakekok Balakutak untuk kembali ke ajaran Islam. 

MUI memastikan, ritual mandi bersama telanjang bulat anggota Hakekok Balakutak tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.

"Semua memang sudah dibina. Tapi muncul kembali kemarin diluar sepengetahuan. Adapun ritual seperti itu memang yang tidak dibenarkan dalam agama, harus dibina oleh kita," kata Ketua MUI Pandeglang, KH. Hamdi Ma'ani.

Sebelumnya tahun 2009 silam, aliran Hakekok Balakutak juga membuat heboh masyarakat Kabupaten Pandeglang, Banten karena pimpinannya kerap menggauli santrinya dengan janji akan diberikan ilmu kesaktian. Warga yang kesal atas pimpinan Sahrudin (45) kala itu dibakar oleh warga Desa Sekon, Kecamatan Cimanuk.

Kala itu, padepokan sudah berdiri lima tahun. Santrinya berasal dari Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Sahrudin kemudian dibawa ke Mapolres Pandeglang. 

Sang pimpinan kala itu mengklaim sedang melakukan kawin gaib dan aktivitas itu diklaim sedang melaksanakan ibadah bareng bersama para santri wanitanya.