Alasan Pemprov DKI Kembali Terapkan PSBB Transisi
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA – Pemprov DKI Jakarta memutuskan kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Masa Transisi selama dua pekan ke depan, mulai tanggal 12 hingga 25 Oktober 2020. Keputusan tersebut berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi DKI Jakarta, yang melihat adanya pelambatan kenaikan kasus positif dan kasus aktif meski masih terjadi peningkatan penularan.
"Yang terjadi selama satu bulan ini adalah kebijakan emergency brake (rem darurat) karena sempat terjadi peningkatan kasus secara tidak terkendali yang tidak diharapkan. Setelah stabil, kita mulai mengurangi rem tersebut secara perlahan, secara bertahap,” kata Gubernur DKI, Jakarta, Anies Baswedan melalui keterangan tertulis, Minggu, 11 Oktober 2020.
“Kami perlu tegaskan bahwa kedisiplinan harus tetap tinggi sehingga mata rantai penularan tetap terkendali dan kita tidak harus melakukan emergency brake kembali," tambahnya.
Baca juga: Kurangi Rem Darurat, Pemprov DKI Kembali ke PSBB Transisi
Anies menjelaskan, grafis penambahan kasus positif dan kasus aktif harian mendatar (stabil) sejak dilakukan PSBB ketat, yaitu 13 September 2020. Kemudian, terdapat tanda awal penurunan kasus positif harian dalam 7 hari terakhir.
Pelandaian pertambahan kasus harian sejak pengetatan PSBB tampak pada grafik kasus onset dan juga pada nilai Rt atau reproduksi virusnya. Grafis onset merupakan grafis kasus positif yang didasarkan pada awal timbulnya gejala, bukan pada keluarnya laporan hasil laboratorium.
Berdasarkan data yang disusun FKM UI, nilai Rt Jakarta adalah 1,14 pada awal September dan saat ini berkurang menjadi 1,07. Artinya, saat ini 100 orang berpotensi menularkan virus kepada 107 orang lainnya. Penurunan angka Rt ini harus terus diupayakan oleh
Pemerintah, pihak Swasta dan masyarakat bersama-sama agar mata rantai penularan wabah terputus dengan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan di PSBB Masa Transisi.
Lebih lanjut, Gubernur Anies menjelaskan, pada periode 26 September sampai 9 Oktober 2020, kembali terjadi penurunan dari kondisi 14 hari sebelumnya, di mana jumlah kasus positif meningkat 22 persen atau sebanyak 15.437 kasus, dibanding sebelumnya meningkat 31 persen atau sebanyak 16.606 kasus.
Sedangkan, kasus aktif meningkat hanya 3,81 persen atau sebanyak 492 kasus, dibanding sebelumnya meningkat 9,08 persen atau 1.074 kasus. Sejak akhir September hingga awal Oktober jumlah kasus aktif harian mulai konsisten mendatar, menunjukkan adanya perlambatan penularan.
Selain itu, Gubernur Anies juga menyampaikan, berdasarkan indikator yang ditetapkan oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Tingkat Pusat, saat ini Jakarta juga sudah berada pada tingkat risiko sedang (skor: 2,095) dibandingkan pada tanggal 13 September berada pada tingkat risiko tinggi (skor: 1,4725). Penilaian dari FKM UI dengan indikator Epidemiologi, Kesehatan Publik, Fasilitas Kesehatan juga menunjukan perbaikan pada 4 Oktober dengan skor 67 dibandingkan pada 13 September dengan skor 58.
Pemprov DKI Jakarta telah berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat untuk memutuskan menerapkan kembali PSBB Masa Transisi, dengan sejumlah ketentuan baru yang harus dipatuhi oleh semua pihak. Seperti disebutkan di awal bahwa sejumlah sektor telah diizinkan beroperasi kembali.
Kebijakan baru yang diterapkan dalam PSBB Masa Transisi saat ini adalah pendataan pengunjung dan karyawan dalam sektor yang dibuka, dapat menggunakan buku tamu (manual) ataupun aplikasi teknologi yang telah berkolaborasi dengan pemerintah untuk memudahkan analisis epidemiologi khususnya contact tracing (pelacakan kontak erat) terhadap kasus positif. Adapun informasi yang harus tersedia, yaitu nama, nomor telepon, dan NIK.
Dengan demikian, Pemprov DKI Jakarta akan melaksanakan kegiatan tracing secara massif selama PSBB Masa Transisi. Di sisi lain, kegiatan testing maupun upaya isolasi dan treatment di RS akan terus ditingkatkan kapasitasnya.
Selain itu, menurut Anies, setiap penanggung jawab kegiatan harus memberlakukan protokol pencegahan COVID-19. Bila ditemukan klaster (bekerja bersama, berinteraksi dekat) di sebuah tempat kerja, maka wajib melakukan penutupan tempat kerja selama 3 x 24 jam untuk desinfeksi. Setiap bisnis wajib menyiapkan ‘COVID-19 Safety Plan’. Adapun protokol khusus setiap sektor diatur oleh ketentuan Kepala Dinas yang terkait.
“Semua warga ikut bertanggung jawab terhadap pencegahan penularan COVID-19. Jika satu tempat tidak disiplin, maka satu kota yang harus merasakan akibatnya. Maka, kita harus benar-benar disiplin menerapkan protokol kesehatan 3M, dan pemerintah akan terus meningkatkan 3T,” katanya.